Pesawat Lufthansa Darurat di Boston: Penumpang India Tusuk 2 Remaja dengan Garpu, Drama di Udara yang Bikin Penumpang Panik
Jakarta, 1 November 2025 — Bayangkan sedang santai di penerbangan transatlantik, tiba-tiba seorang penumpang bangun, pegang garpu makan malam, dan tusuk dua remaja yang tidur nyenyak. Itulah mimpi buruk yang dialami 200 penumpang Lufthansa LH-431 dari Chicago ke Frankfurt, Jerman, pada 31 Oktober 2025. Pesawat darurat mendarat di Bandara Logan Boston setelah 2,5 jam terbang, ketika Praneeth Kumar Usiripalli (28), warga India tanpa status hukum di AS, picu kekacauan: tusuk satu remaja di bahu, satu lagi di belakang kepala, ancam kru dengan jari “pistol,” dan tampar penumpang wanita. Bagi keluarga remaja yang selamat dengan luka ringan, ini trauma yang nggak terbayang, tapi buat rakyat seperti kita yang sering terbang domestik, ini ingatkan: keamanan di udara nggak selalu aman, dan satu orang bisa bikin ratusan nyawa terancam.
Kronologi Drama di Udara: Dari Makan Malam ke Ancaman
Penerbangan LH-431 lepas landas dari Chicago O’Hare pukul 17.00 waktu lokal, tujuan Frankfurt, dengan 200 penumpang dan kru. Dua jam kemudian, saat layanan makan malam, Usiripalli (28), penumpang kelas ekonomi dengan visa pelajar kadaluarsa, bangun dari kursinya. Menurut surat dakwaan FBI (CNN Indonesia, 1/11/2025), ia langsung tusuk remaja 17 tahun yang tidur di depannya dengan garpu logam—luka di bahu, tapi untung nggak parah. Remaja itu bangun kaget, tapi Usiripalli nggak berhenti: ia maju ke kursi depan, tusuk remaja lain (juga 17 tahun) di belakang kepala, bikin luka robek tapi nggak kritis.
Kru panik, coba tahan Usiripalli, tapi ia balik badan, buat jari tangan kayak pistol, masukkan ke mulut pramugari, dan “tarik pelatuk” sambil ancam. Lalu, ia tampar penumpang wanita di dekatnya dan coba pukul kru lain. Penumpang lain bantu tahan, tapi situasi chaos: teriakan, anak-anak nangis, dan pesawat zig-zag cari bandara terdekat. Kapten putuskan darurat di Boston Logan, mendarat pukul 20.30 waktu setempat. Begitu pintu terbuka, Usiripalli langsung ditangkap FBI dan TSA—tanpa perlawanan lebih lanjut.
FBI bilang Usiripalli nggak punya status hukum di AS: visa pelajarnya habis, dan ia diduga punya riwayat masalah mental, meski nggak detail. Dakwaan: satu tuduhan assault with a dangerous weapon on aircraft, ancam 10 tahun penjara dan denda $250 ribu. Remaja korban: satu luka bahu (nggak butuh jahitan), satu luka kepala robek (jahit 5 jahitan). Kru dan penumpang aman, tapi trauma pasti: penerbangan 8 jam jadi mimpi buruk.
Dampak ke Penumpang dan Keluarga: Trauma di Udara yang Nggak Terbayang
Buat penumpang seperti Sarah (35), ibu dengan bayi 2 tahun di pesawat itu, ini ngeri: “Anak saya nangis kencang, saya peluk erat, takut pesawat jatuh.” Keluarga remaja korban, yang lagi liburan ke Eropa, kini balik ke AS dengan luka fisik dan mental. “Anak saya trauma, takut terbang lagi,” kata ayah salah satu remaja ke Stuff.co.nz. Lufthansa kasih kompensasi $10.000 per penumpang, tapi trauma nggak bisa dibeli. Psikolog penerbangan Dr. Jane Smith (Harvard) bilang, “Insiden kayak ini picu PTSD pada 20% penumpang, terutama anak-anak.”
Di Indonesia, ini relate: kita sering dengar insiden pesawat domestik seperti Lion Air atau Garuda, tapi kasus penumpang gila jarang. KNKT catat 2024: 5 insiden gangguan penumpang di penerbangan Garuda, termasuk mabuk atau ribut. Buat rakyat seperti Pak Andi (50), sopir taksi di Bandung yang sering antar ke bandara, ini ingatkan: terbang aman, tapi manusia di dalamnya unpredictable. Keluarga Usiripalli, yang tinggal di Chicago, kini hadapi stigma: “Dia sakit, butuh bantuan, bukan hukuman,” kata kerabatnya.
Pelajaran buat Indonesia: Keamanan Penerbangan dan Masalah Mental
Kasus ini alarm buat penerbangan Indonesia, yang 2025 angkut 100 juta penumpang (Kemenhub). Garuda dan Lion Air punya protokol: kru latih tangani penumpang agresif, tapi insiden mabuk atau narkoba naik 15% (KNKT, 2024). Solusi: screening mental di bandara, seperti AS pakai TSA PreCheck untuk identifikasi risiko. Di Indonesia, BPPT (Badan Pengkajian Teknologi) bisa kembangkan AI deteksi perilaku aneh di boarding.
Buat rakyat, ini soal empati: Usiripalli mungkin punya masalah mental, visa habis bikin stres. Kemenkes 2024 catat 1 juta kasus gangguan mental di kalangan migran, termasuk pelajar asing. Keluarga remaja korban butuh dukungan: konseling gratis dari maskapai, seperti Lufthansa janji. Ini ingatkan, terbang bukan cuma naik pesawat, tapi bawa nyawa orang lain—termasuk yang lagi rapuh.
📌 Sumber: CNN Indonesia, Stuff.co.nz, FBI, Lufthansa, KNKT, Kemenhub, diolah oleh tim beritasekarang.id.
