BeritaGlobal

Peringatan Dini Pakar: El Nino Dikhawatirkan Mampir Lagi 2027, Ancaman Krisis Pangan dan Air

JAKARTA – Indonesia belum sepenuhnya pulih dari dampak ekstrem fenomena El Niño yang melanda beberapa waktu lalu. Kini, komunitas saintifik dan pakar iklim melontarkan kekhawatiran baru yang memerlukan perhatian serius: potensi kembalinya fenomena El Niño yang kuat pada tahun 2027. Meskipun masih berjarak dua tahun, prediksi dini ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan sektor-sektor strategis untuk segera memperkuat mekanisme mitigasi dan ketahanan nasional.

Kekhawatiran ini didasarkan pada siklus alami dan pola fluktuasi iklim global yang kian tidak menentu akibat perubahan iklim. Jika El Niño benar-benar ‘mampir lagi’ dengan intensitas tinggi, dampaknya bisa berlipat ganda, terutama pada sektor pangan, ketersediaan air bersih, dan stabilitas energi.

Memahami Pola Jeda dan Kembali El Niño

El Niño, yang ditandai dengan pemanasan suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan timur, secara konsisten menyebabkan berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini memicu kekeringan, gagal panen, dan peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kekhawatiran terhadap tahun 2027 didasarkan pada observasi bahwa siklus El Niño cenderung memiliki pola tertentu, meskipun durasi dan intensitasnya sulit diprediksi dengan pasti dalam jangka waktu panjang. Setelah periode El Niño yang diikuti oleh fase netral atau bahkan La Niña (pendinginan), tekanan atmosfer di Samudra Pasifik dapat kembali bergeser, menciptakan kondisi ideal untuk pembentukan El Niño baru.

Pakar menekankan bahwa di tengah krisis iklim global, pola cuaca ekstrem menjadi lebih sering dan intens. Dengan suhu global yang terus meningkat, kondisi dasar atmosfer menjadi lebih rentan terhadap anomali, sehingga potensi El Niño yang kuat menjadi ancaman yang harus diperhitungkan dalam perencanaan jangka menengah.

Tiga Sektor Krusial di Ujung Tanduk

Jika prediksi kembalinya El Niño pada 2027 menjadi kenyataan, Indonesia akan menghadapi tantangan serius di tiga sektor utama:

1. Ketahanan Pangan Nasional

Pertanian, khususnya lahan sawah tadah hujan, adalah sektor yang paling rentan terhadap kekeringan. El Niño yang kuat akan menyebabkan kegagalan panen padi dan komoditas pangan pokok lainnya, menekan produksi beras nasional. Hal ini akan memaksa pemerintah untuk bergantung pada impor pangan, yang berisiko memicu inflasi harga pangan dan membebani daya beli masyarakat.

Mitigasi yang harus dipersiapkan adalah pembangunan infrastruktur irigasi yang lebih resilien, pengelolaan air yang ketat, dan, yang terpenting, diversifikasi tanaman pangan yang tahan kekeringan.

2. Krisis Air Bersih

Kekeringan ekstrem akan menyebabkan penyusutan debit air di sungai, waduk, dan sumber mata air. Ini berdampak langsung pada ketersediaan air minum dan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Kota-kota besar yang bergantung pada pasokan air dari waduk, seperti Jakarta dan sekitarnya, akan menjadi yang paling terancam.

Pemerintah daerah harus segera menyusun rencana kontingensi air, termasuk pembangunan sumur bor dalam di daerah rawan, dan perbaikan jaringan distribusi untuk menekan kebocoran.

3. Stabilitas Energi dan Karhutla

Kekeringan yang berkepanjangan meningkatkan risiko Karhutla secara signifikan, terutama di Sumatra dan Kalimantan. Selain dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh kabut asap, kebakaran juga merusak lahan gambut, melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar, dan memicu ketegangan diplomatik regional.

Di sektor energi, bendungan yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) akan mengalami penurunan volume air, memaksa operasionalnya berkurang. Hal ini dapat mengancam stabilitas pasokan listrik, memaksa beralih ke sumber energi yang lebih mahal dan kurang ramah lingkungan.

Jendela Peluang Mitigasi

Jarak dua tahun hingga 2027 harus dilihat sebagai jendela peluang mitigasi. Peringatan dini dari pakar iklim ini memberikan waktu yang cukup bagi pemerintah, BUMN, dan masyarakat untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan sistem peringatan.

Perencanaan yang proaktif—mulai dari revitalisasi irigasi teknis, pembuatan modifikasi cuaca yang terukur, hingga edukasi publik tentang konservasi air—adalah kunci untuk menghadapi El Niño berikutnya. Jika tidak, Indonesia berisiko terperosok kembali ke dalam krisis pangan, air, dan lingkungan yang pernah terjadi sebelumnya, namun kali ini dengan intensitas yang berpotensi lebih parah.

Related KeywordsFenomena El Nino, krisis iklim, kekeringan 2027, ketahanan pangan, dampak El Nino Indonesia, La Nina