OtomotifViral

Tsunami Elektrifikasi 2025: BEV Tumbuh Tiga Digit, Popularitas PHEV Meledak hingga 3.000 Persen

JAKARTA, beritasekarang.id – Tahun 2025 dipastikan akan tercatat dalam sejarah industri otomotif nasional sebagai titik balik (tipping point) revolusi kendaraan hijau. Data terbaru yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan pergeseran tektonik dalam preferensi konsumen tanah air. Kendaraan bermesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE) yang selama satu abad menjadi raja jalanan, kini mulai tergerus secara signifikan oleh gelombang elektrifikasi yang tak terbendung.

Laporan kinerja penjualan hingga penghujung tahun ini menyajikan angka statistik yang mencengangkan. Segmen mobil listrik murni atau Battery Electric Vehicle (BEV) mencatatkan pertumbuhan solid sebesar 113 persen. Namun, fenomena yang paling mengejutkan para analis pasar adalah ledakan popularitas segmen Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yang meroket secara anomali hingga 3.217 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

PHEV: Primadona Baru atau Solusi Transisi?

Angka pertumbuhan 3.217 persen pada segmen PHEV adalah sebuah anomali statistik yang menarik untuk dibedah. Lonjakan drastis ini mengindikasikan bahwa konsumen Indonesia semakin cerdas dan pragmatis dalam merespons transisi energi.

PHEV, yang menggabungkan efisiensi motor listrik dengan jaminan jarak tempuh mesin bensin, tampaknya menjadi “jalan tengah” yang paling masuk akal bagi sebagian besar masyarakat kelas menengah-atas. Lonjakan ini kemungkinan besar dipicu oleh masuknya varian-varian PHEV baru dengan harga yang lebih kompetitif dari pabrikan China dan Jepang, yang sebelumnya segmen ini hanya diisi oleh model-model premium Eropa yang harganya selangit.

Konsumen memilih PHEV karena teknologi ini menjawab kecemasan utama (pain point) adopsi EV di Indonesia: range anxiety atau ketakutan kehabisan daya di tengah jalan. Dengan PHEV, pengguna bisa merasakan sensasi berkendara listrik senyap di dalam kota, namun tetap tenang saat melakukan perjalanan jauh lintas provinsi tanpa harus antre berjam-jam di SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum).

BEV Bukan Lagi Sekadar Hobi

Sementara itu, pertumbuhan 113 persen di segmen BEV menegaskan bahwa mobil listrik murni telah naik kelas dari sekadar “mainan orang kaya” atau hobi, menjadi pilihan transportasi utama (daily driver).

Pertumbuhan tiga digit ini didorong oleh ekosistem yang semakin matang. Harga baterai yang trennya terus menurun, ditambah insentif pajak pemerintah (PPnBM DTP) yang masih berlaku, membuat harga mobil listrik murni semakin terjangkau. Selain itu, ekspansi infrastruktur pengisian daya yang dilakukan PLN dan pihak swasta di rest area tol Trans Jawa dan Sumatera turut mendongkrak kepercayaan diri konsumen.

Dominasi BEV tidak lagi hanya dipegang oleh satu atau dua merek. Pasar 2025 diwarnai oleh persaingan sengit antara raksasa otomotif Korea Selatan, gempuran merek-merek China yang agresif, serta pemain lama Jepang yang mulai bangun dari tidur panjangnya dalam hal elektrifikasi.

Implikasi Bagi Industri Migas dan Lingkungan

Perubahan drastis dalam data penjualan ini mengirimkan sinyal kuat bagi sektor energi. Permintaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diprediksi akan mengalami koreksi pertumbuhan dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan migrasi massal ke kendaraan berbasis baterai.

Di sisi lain, tantangan baru muncul. Dengan ribuan unit mobil listrik baru yang tumpah ke jalanan setiap bulannya, pemerintah harus memastikan pasokan listrik PLN tetap stabil dan, yang lebih penting, semakin hijau. Jangan sampai revolusi mobil listrik ini hanya memindahkan emisi dari knalpot kendaraan ke cerobong Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Kesimpulan

Indonesia sedang berlari kencang dalam maraton elektrifikasi global. Angka pertumbuhan ribuan persen ini adalah bukti bahwa pasar Indonesia sangat adaptif terhadap teknologi baru. Jika tren ini berlanjut, target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara bukan lagi sekadar mimpi di siang bolong, melainkan sebuah realitas yang sedang terbentuk di depan mata kita.