Pembegalan Warga Suku Baduy di Jakarta Pusat Berbuntut Panjang
Jakarta — Sebuah insiden kejahatan yang menimpa warga adat Baduy kini memicu reaksi serius dari masyarakat adat hingga aparat pemerintahan. Seorang pemuda berusia sekitar 17 tahun dari komunitas Baduy Dalam bernama Repan menjadi korban pembegalan pada Minggu dini hari (26/10) di kawasan Rawasari, Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Kronologi kejadian
Saat itu Repan sedang berjalan kaki menjajakan madu dan aksesori adat Baduy di wilayah ibukota karena adat Baduy Dalam melarang penggunaan kendaraan bermotor.
Ia diserang oleh sekumpulan empat pelaku yang mengendarai dua sepeda motor. Tas dagangannya dirampas, sementara ia mengalami luka sobek di lengan serta goresan di pipi saat mencoba menangkis.
Kerugian yang dihadapi mencapai sekitar Rp 3 juta tunai dan 10 botol madu dagangan.
Reaksi masyarakat adat
Tak tinggal diam, tokoh adat Baduy melalui perwakilannya meminta agar pelaku segera menyerahkan diri atau ditangkap. Mereka mengingatkan bahwa kejahatan yang menimpa warga mereka bukan sekadar kriminal biasa, melainkan menyangkut hak dan rasa aman komunitas adat.
Kepala Desa Kanekes, wilayah komunitas Baduy Dalam, juga menyebut bahwa ini adalah pertama kalinya warga mereka menjadi korban kejahatan semacam itu di luar kampungnya.
Isu penanganan medis
Selain luka fisik, kejadian ini juga mengundang sorotan terkait akses layanan kesehatan. Setelah dibegal, Repan sempat mencari pertolongan ke rumah sakit di Jakarta, namun mengalami kendala administratif karena tidak memiliki identitas KTP, sehingga sempat ditolak atau mengalami penundaan layanan.
Gubernur Andra Soni dari Provinsi Banten kemudian angkat bicara menyatakan bahwa tidak ada rumah sakit di Jakarta yang secara resmi menolak warga Baduy, dan kendala tersebut merupakan miskomunikasi.
Peran aparat dan tuntutan hukum
Pihak kepolisian setempat—Polres Metro Jakarta Pusat—menyatakan pelaku sedang dalam pengejaran dan olah tempat kejadian perkara telah dilakukan. Kondisi ini terus mendapat pengawasan dari tokoh adat dan masyarakat Baduy.
Masyarakat adat mengingatkan bahwa jika kasus ini dibiarkan, bisa memicu keresahan dan tindakan kolektif dari komunitas Baduy yang selama ini dikenal hidup sangat tertutup dan normatif.
Implikasi lebih luas
Kejadian ini menyoroti dua hal penting: pertama, kerentanan warga adat ketika berada di luar lingkungan tradisionalnya — terutama yang berjalan kaki untuk berdagang dan membawa hasil alam ke kota besar. Kedua, sistem administratif dan layanan publik seperti kesehatan masih menghadapi tantangan ketika menangani warga adat yang mungkin tidak memiliki dokumen identitas yang lengkap atau berada di area terpencil.
Walaupun kejadian berlangsung di Jakarta Pusat, dampaknya kembali ke kampung adat Baduy di Kabupaten Lebak, Banten — memancing keprihatinan sosial dan budaya serta tuntutan agar hak-hak mereka sebagai masyarakat adat dihormati di tiap wilayah.
Penutup
Kejahatan yang menimpa komunitas Suku Baduy Dalam ini bukan hanya soal pencurian atau kekerasan semata, melainkan juga soal rasa aman, penghormatan budaya, dan akses layanan dasar. Proses penegakan hukum dan perlakuan untuk korban seperti Repan akan menjadi tolok ukur bagaimana masyarakat adat diperlakukan ketika berada di luar zona tradisionalnya.

