Banjir Global Picu Kerugian Ribuan Triliun — Indonesia Masuk Zona Merah
JAKARTA — Baru-baru ini, analisis global menunjukkan bahwa banjir dan bencana terkait air — termasuk banjir, banjir bandang, dan longsor — telah menyebabkan kerugian dunia dalam skala “ribuan triliun rupiah.” Dalam laporan tersebut, Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang masuk kategori “zona merah”, menunjukkan kerentanan tinggi terhadap dampak banjir akibat kombinasi faktor iklim, lingkungan, dan tata kelola wilayah.
Data ini menggarisbawahi bahwa banjir bukan lagi sekadar masalah lokal — melainkan krisis global yang membawa dampak ekonomi, sosial, dan keberlanjutan lingkungan dalam skala besar.
Seberapa Besar Kerugiannya? Data Global dan Relevansi Bagi Indonesia
Menurut publikasi global, kerugian akibat bencana alam di 2025 — termasuk banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan peristiwa ekstrem lain — telah mencapai angka fantastis: kerugian global tercatat mencapai miliaran dolar AS, setara dengan lebih dari Rp 2.100 triliun.
Sementara di Indonesia, dampak dari bencana seperti banjir dan longsor sudah nyata terasa: misalnya, banjir di kawasan metropolitan seperti Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) pada awal 2025 saja diperkirakan menimbulkan kerugian hingga Rp 1,69 triliun.
Laporan dari Bappenas menyebut bahwa secara nasional, Indonesia bisa merugi sekitar Rp 22 triliun per tahun akibat berbagai bencana alam — termasuk banjir dan longsor.
Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki banyak DAS (daerah aliran sungai), dan rentan terhadap hujan ekstrem serta perubahan iklim — posisi sebagai “zona merah” dalam laporan global menjadi pijakan serius untuk evaluasi kebijakan mitigasi dan pembangunan infrastruktur.
Mengapa Indonesia Masuk Zona Merah? Faktor Pemicu dan Kerentanan
Beberapa faktor yang membuat Indonesia masuk zona risiko tinggi terkait banjir dan dampak bencana:
- Perubahan iklim global & cuaca ekstrem: Cuaca ekstrem, hujan deras, dan intensitas tinggi pada musim hujan meningkatkan frekuensi banjir dan longsor — tidak hanya di dataran rendah tapi juga di pegunungan dan perbukitan.
- Urbanisasi dan tata ruang yang rentan: Banyak kawasan perkotaan dengan drainase buruk dan urbanisasi cepat — seperti di wilayah Jabodetabek — membuat banjir berdampak besar bagi infrastruktur, ekonomi, dan kehidupan masyarakat.
- Deforestasi dan degradasi lingkungan: Berkurangnya daerah resapan air dan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis meningkatkan risiko banjir dan longsor ketika hujan deras mengguyur.
- Frekuensi bencana yang tinggi: Data dari BNPB menunjukkan banyaknya kejadian banjir, longsor, dan bencana hidrometeorologi lain dalam 2025 — menandakan bahwa Indonesia terus-menerus menghadapi ancaman bencana.
Karena kombinasi faktor-faktor tersebut, Indonesia dianggap sangat rentan terhadap kerugian masif setiap kali terjadi bencana, menjadikannya bagian dari “zona merah” dunia terhadap dampak banjir.
Dampak Nyata: Dari Ekonomi Hingga Sosial
Kerugian akibat banjir dan bencana tidak hanya soal rusaknya bangunan atau infrastruktur — dampaknya jauh lebih luas:
- Kerugian ekonomi: Terjadi kerusakan properti, gangguan ekonomi rumah tangga dan bisnis, biaya pemulihan, serta penurunan produktivitas. Kejadian di Jabodetabek menunjukkan bahwa kerugian bisa mencapai triliunan dalam skala regional.
- Beban fiskal & anggaran negara: Dengan kerugian tahunan akibat bencana yang diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah — seperti estimasi Rp 22 triliun/tahun — beban pemulihan, bantuan sosial, dan rekonstruksi menjadi besar.
- Kerusakan lingkungan dan kehilangan sumber daya alam: Deforestasi, erosi, degradasi DAS, serta pencairan lahan resapan memperburuk risiko bencana di masa depan.
- Keselamatan dan kehidupan manusia: Banjir dan longsor bisa menyebabkan korban jiwa, pengungsian, kehilangan tempat tinggal, kesehatan terganggu, dan ketidakpastian hidup.
Tuntutan Mendesak: Apa yang Harus Dilakukan
Menghadapi situasi ini, laporan global dan kondisi Indonesia menuntut sejumlah langkah penting:
- Penguatan infrastruktur & tata ruang aman bencana — Memperbaiki drainase, mengendalikan alih fungsi lahan, memperketat izin pembangunan di area rawan, dan menjaga kawasan resapan.
- Pengelolaan lingkungan dan rehabilitasi DAS — Menghentikan deforestasi, reboisasi, restorasi kawasan kritis, serta menjaga ekosistem sungai dan dataran rendah.
- Investasi mitigasi bencana & sistem peringatan dini — Bangun sistem peringatan cuaca, evakuasi, serta edukasi masyarakat tentang risiko dan kesiapsiagaan.
- Perencanaan ekonomi dan fiskal adaptif — Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran mitigasi, adaptasi iklim, dan cadangan pemulihan bencana dalam APBN/anggaran daerah.
- Kebijakan perubahan iklim & kolaborasi internasional — Karena banjir dan dampaknya adalah fenomena global, diperlukan kerja sama internasional dalam mitigasi perubahan iklim dan pengelolaan air global.
Kesimpulan
Laporan bahwa banjir telah membuat dunia — termasuk Indonesia — menderita kerugian dalam skala “ribuan triliun rupiah” adalah alarm keras: bencana bukan lagi kejadian sporadis, tetapi bagian dari krisis struktural akibat iklim, lingkungan, dan ketimpangan tata kelola.
Bagi Indonesia — sebagai salah satu negara yang dianggap “zona merah” — ini adalah panggilan untuk berbenah serius: memperkuat ketahanan bencana, mengelola lingkungan secara berkelanjutan, dan merancang masa depan dengan sadar terhadap risiko.
Semakin cepat dan serius langkah diambil, semakin besar kesempatan untuk meminimalisir kerugian — baik bagi rakyat, lingkungan, maupun generasi mendatang.

