Menlu ASEAN Bahas Konflik Thailand–Kamboja di Malaysia Hari Ini: Upaya De-eskalasi dan Perdamaian Regional
Kuala Lumpur, Malaysia — Para Menteri Luar Negeri dari negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) kembali berkumpul Senin (22 Desember 2025) di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam sebuah Pertemuan Khusus ASEAN untuk membahas eskalasi konflik yang terjadi antara Thailand dan Kamboja. Pertemuan ini digelar di tengah kekhawatiran meningkatnya ketegangan di perbatasan kedua negara anggota ASEAN tersebut, serta dampaknya terhadap stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara.
Konflik Thailand–Kamboja telah meningkat sejak awal Desember 2025, ketika bentrokan bersenjata kembali meletus di kawasan perbatasan yang disengketakan, memperpanjang ketegangan yang sempat mereda setelah gencatan senjata di Juli lalu. Ratusan ribu warga sipil terpaksa mengungsi, dan sejumlah korban jiwa dilaporkan akibat pertempuran, mendorong ASEAN untuk mengambil langkah diplomatik guna mendorong de-eskalasi serta penghentian permusuhan.
Malaysia, sebagai Ketua ASEAN 2025, mengambil peran sentral dalam memfasilitasi pertemuan ini. Pertemuan digelar atas keputusan para pemimpin Malaysia, Kamboja, dan Thailand pada 11 Desember, yang sepakat bahwa dialog multilateral melalui ASEAN diperlukan untuk menanggapi situasi yang semakin memburuk tersebut.
Latar Belakang Konflik dan Dampaknya
Konflik di antara Thailand dan Kamboja dipicu oleh perselisihan perbatasan yang telah lama berlangsung di sepanjang lebih dari 800 kilometer garis perbatasan kedua negara. Meskipun pernah tercapai beberapa gencatan senjata, termasuk yang difasilitasi di Putrajaya, Malaysia pada Oktober 2025, permusuhan kembali meningkat dalam beberapa pekan terakhir menjelang pertemuan ASEAN tersebut.
Bentrok bersenjata yang sering melibatkan artileri, serangan udara, rudal, dan drone ini telah menyulitkan upaya diplomatik sebelumnya. Kedua pihak saling menuduh satu sama lain melanggar gencatan senjata dan melakukan tindakan agresi di wilayah yang disengketakan. Lumrah terjadi bahwa warga sipil menjadi korban konflik ini, dan sejumlah fasilitas publik seperti sekolah dan pasar mengalami gangguan operasi.
Pertemuan ASEAN ini merupakan respons kolektif terhadap tekanan untuk mengurangi ketegangan dan mencari titik temu dalam sebuah cetak biru damai. Selain itu, konflik ini juga menarik perhatian aktor global, termasuk upaya mediasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan China, yang meningkatkan dialog serta dorongan untuk kesepakatan gencatan senjata yang lebih luas.
Agenda Pertemuan Menlu ASEAN di Kuala Lumpur
Pertemuan Menlu ASEAN pada hari ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Malaysia Dato’ Seri Utama Haji Mohamad bin Haji Hasan. Forum ini menyediakan platform bagi para menteri luar negeri untuk bertukar pandangan secara langsung mengenai dinamika konflik terkini serta mengevaluasi langkah-langkah konkret yang dapat diambil ASEAN demi mendukung de-eskalasi dan penghentian permusuhan di perbatasan Thailand–Kamboja.
Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Malaysia, pertemuan ini mencerminkan komitmen negara-negara ASEAN terhadap solidaritas, persatuan, dan sentralitas ASEAN dalam menjaga damai, keamanan, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan sesuai dengan piagam ASEAN dan Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC).
Di samping itu, para Menlu ASEAN juga akan mempertimbangkan langkah-langkah dukungan bagi upaya pemantauan gencatan senjata, termasuk kemungkinan implementasi tim pengamat gabungan yang telah dibentuk berdasarkan kesepakatan sebelumnya untuk memverifikasi pelaksanaan gencatan senjata dan meredakan ketegangan di garis depan konflik.
Peran Malaysia sebagai Ketua ASEAN
Malaysia berperan sebagai tuan rumah dan pemimpin dalam dialog ini, mengambil pendekatan diplomatik untuk mendorong kedua pihak — Thailand dan Kamboja — agar menahan diri dari langkah eskalasi berikutnya. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bahkan telah melakukan kontak langsung dengan kedua negara itu, menyerukan agar revolusi militer diganti dengan dialog konstruktif dan saling menghormati.
Pendekatan ini sejalan dengan posisi ASEAN yang menekankan prinsip non-intervensi, dialog, dan diplomasi untuk menyelesaikan perselisihan antar negara anggota. Malaysia juga hendak memaksimalkan pertemuan ini untuk mempertegas sentralitas ASEAN dalam menyikapi isu keamanan regional yang bukan hanya berdampak pada kedua negara yang bersengketa, tetapi juga pada negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Keterlibatan Thailand dan Kamboja
Kedua negara yang tengah berkonflik, Thailand dan Kamboja, telah menyatakan kesediaannya untuk menghadiri pertemuan ini dan bekerja sama dalam mencari solusi yang damai. Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow menyampaikan bahwa Thailand siap berpartisipasi dalam pertemuan tersebut dengan tujuan membuka dialog serta menyampaikan versi faktual kondisi konflik langsung kepada rekan-rekan ASEAN.
Demikian juga, Pemerintah Kamboja menegaskan komitmen mereka untuk terus berpartisipasi dalam diskusi multilateral, sambil menekankan pentingnya penghormatan terhadap kedaulatan nasional serta keadilan dalam penyelesaian sengketa. Kedua negara diharapkan memberikan masukan tentang apa yang diperlukan untuk meredakan ketegangan dan mencapai solusi jangka panjang.
Harapan ASEAN untuk Gencatan Senjata Baru
Pertemuan ini juga akan menjadi panggung untuk meninjau rekam jejak gencatan senjata sebelumnya, terutama yang ditandatangani pada Juli dan Oktober 2025 di Putrajaya, Malaysia — sebuah kesepakatan yang sebelumnya berhasil menjembatani kedua pihak dalam menangguhkan permusuhan. Meskipun gencatan tersebut sempat runtuh, ASEAN berharap dapat menemukan formula yang lebih efektif untuk memastikan komitmen kedua negara terhadap perdamaian.
Malaysia, bersama dengan negara anggota ASEAN lainnya, berharap pertemuan ini bisa membawa Thailand dan Kamboja pada kesepakatan baru yang lebih kuat dan berkelanjutan, baik melalui perpanjangan gencatan senjata, mekanisme pemantauan yang lebih ketat, maupun pembentukan jalur politik yang jelas menuju penyelesaian damai yang adil bagi kedua pihak.
Tantangan dan Prospek Ke Depan
Meski pertemuan ini menunjukkan kemajuan diplomatik regional, tantangan masih tetap besar. Ketidakpercayaan antara pihak-pihak yang bertikai, kritik domestik di masing-masing negara, serta dinamika politik internal menjadi bahan pertimbangan dalam negosiasi. Namun, ASEAN tetap berpegang pada prinsip solidaritas regional dan kerja sama multilateral sebagai fondasi dari setiap upaya meredakan konflik ini.
Anwar Ibrahim dan para Menlu ASEAN menegaskan pentingnya konsistensi, kesabaran, dan dialog terbuka sebagai kunci keberhasilan proses ini. Mereka berharap keputusan yang dihasilkan dari pertemuan ini akan mengarah bukan hanya pada penghentian kekerasan, tetapi juga pada langkah-langkah untuk membangun saling kepercayaan serta inisiatif perdamaian yang berjangka panjang di kawasan.
Kesimpulan: Diplomasi ASEAN Menjadi Kunci Stabilitas Regional
Pertemuan khusus Menteri Luar Negeri ASEAN di Kuala Lumpur ini menjadi tonggak penting dalam diplomasi regional untuk menghadapi konflik yang kembali merebak antara Thailand dan Kamboja. Dengan Malaysia sebagai Ketua ASEAN memimpin upaya dialog, diharapkan ASEAN dapat memperkuat posisinya sebagai wadah utama penyelesaian konflik di Asia Tenggara, bukan hanya dalam konflik geografis tertentu tetapi juga sebagai simbol kerja sama dan stabilitas kawasan.
Langkah-langkah yang dibahas dalam forum ini mencerminkan upaya kolektif untuk menciptakan solusi damai, melalui komunikasi terbuka, konstruktif, dan saling menghormati antara negara tetangga yang tengah berkonflik. Keberhasilan dialog ini berpotensi memperkuat peran ASEAN dalam tatanan geopolitik global sekaligus menyelamatkan jutaan nyawa serta memperbaiki kehidupan orang-orang yang terpengaruh oleh konflik ini di masa depan.

