KriminalitasPendidikan

Pramono Ungkap Sejumlah Siswa SMAN 72 Ingin Pindah Sekolah Setelah Insiden Ledakan

Jakarta — Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa sejumlah siswa SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, telah menyampaikan keinginannya untuk pindah sekolah menyusul insiden ledakan yang terjadi di sekolah tersebut. Pernyataan ini disampaikan Pramono dalam pertemuannya di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Minggu (16/11/2025).

Menurut Pramono, dampak insiden ledakan di SMAN 72 ternyata lebih besar dari yang diperkirakan, khususnya dari sisi psikologis bagi siswa. “Banyak siswa yang kemudian minta pindah sekolah,” ungkapnya.

Pilihan Sistem Pembelajaran: Tatap Muka vs Daring

Menanggapi keresahan siswa, Pramono mengatakan bahwa pihak sekolah bersama Dinas Pendidikan sedang merumuskan solusi terbaik. Ia telah meminta agar kepala sekolah mengundang guru dan murid untuk berdialog pada hari Senin (setelah pernyataannya) untuk memilih antara pembelajaran tatap muka atau daring.

Sebelumnya, Pramono menyebut bahwa sebagian siswa justru ingin kembali belajar langsung (luring) agar bisa menunjukkan bahwa sekolah sudah dalam kondisi aman. Menurutnya, banyak siswa lebih memilih tatap muka karena mereka ingin mengembalikan suasana normal dan menyampaikan bahwa trauma dapat diatasi.

Dalam pertemuan tersebut, siswa dan guru akan diberikan kebebasan memilih sistem belajar mana yang paling nyaman bagi mereka. “Yang mau daring boleh, yang mau langsung juga boleh,” kata Pramono.

Kartu Jakarta Pintar (KJP): Belum Diputuskan

Terkait bantuan KJP bagi siswa yang terlibat insiden — termasuk pelaku ledakan — Pramono menegaskan bahwa keputusan menghentikan atau mengevaluasi bantuan belum diambil. Proses investigasi masih berlangsung, dan ia ingin mengambil keputusan dengan sangat hati-hati.

Menurut Pramono, sejak awal KJP memang ditujukan untuk siswa dari keluarga yang berkebutuhan ekonomi, sehingga penghentian bantuan bukan hal yang bisa diputuskan sembarangan. “Bagaimana pun, seseorang yang menerima KJP itu pasti latar belakangnya memang memerlukan,” ujarnya.

Trauma Setelah Ledakan Masih Terasa

Insiden ledakan di SMAN 72 terjadi pada Jumat, 7 November 2025, saat salat Jumat di masjid sekolah, yang menyebabkan puluhan siswa terluka.

Menurut laporan Kepala Sekolah SMAN 72, Tetty Helena Tampubolon, sebagian siswa masih menunjukkan tanda trauma sehingga belum siap sepenuhnya kembali ke sekolah secara tatap muka.

Beberapa siswa merasa aman untuk belajar langsung, sementara yang lain lebih nyaman dengan pembelajaran daring agar tekanan psikologis bisa dikurangi. Pramono menyebut bahwa pihak sekolah akan memfasilitasi skema hybrid — kombinasi belajar tatap muka dan daring — berdasarkan kesiapan masing-masing siswa.

Dalang Motif Ledakan: Pramono Tegaskan Bukan Bullying

Gubernur Pramono juga menegaskan bahwa motif di balik ledakan tidak berasal dari bullying. Berdasarkan kesaksian siswa, pelaku merasa kesepian dan mendapat pengaruh dari konten kekerasan di media sosial.

KPAI pun telah menanggapi insiden tersebut dengan menyarankan agar sekolah menerapkan sistem deteksi dini terhadap perubahan perilaku siswa. Mereka menekankan pentingnya literasi digital untuk menghindari paparan ide ekstrim dan kekerasan melalui media daring.

Dukungan Psikososial & Kehadiran Pemerintah

Untuk mendukung pemulihan mental siswa, sekolah bersama Dinas Pendidikan dan lembaga kesehatan akan menggelar asesmen psikologis. Langkah ini bertujuan untuk membantu siswa mengatasi trauma dan meredakan kecemasan sebelum sepenuhnya kembali ke kegiatan tatap muka.

Di sisi lain, momen emosional muncul saat salah satu siswa, Muhammad Akbar, menangis dan menyampaikan rasa terima kasih kepada Pramono atas dukungan pemerintah terhadap para korban.

Risiko Keamanan & Evaluasi Kebijakan

Permintaan siswa untuk pindah sekolah membuka dimensi baru dalam penanganan pasca-bencana: selain pemulihan fisik dan psikologis, ada kekhawatiran terkait keamanan dan rasa nyaman siswa di lingkungan lama mereka.

Pemprov DKI Jakarta harus mempertimbangkan bahwa perpindahan massal bisa berdampak pada reputasi sekolah dan integritas komunitas sekolah. Oleh karena itu, rencana pemindahan perlu disertai dialog dengan orang tua, guru, dan pihak sekolah agar solusi bersifat inklusif dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta telah menimbulkan dampak luas, tidak hanya bagi korban luka, tetapi juga pada stabilitas psikologis siswa lain. Gubernur Pramono Anung mengakui bahwa sejumlah siswa meminta pindah sekolah karena trauma dan kekhawatiran akan keamanan kembali.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bersama sekolah dan Dinas Pendidikan, kini berupaya merumuskan skema pembelajaran yang fleksibel — secara daring, tatap muka, atau hybrid — untuk menyesuaikan kebutuhan dan kenyamanan masing-masing siswa. Selain itu, evaluasi kebijakan terkait bantuan KJP tetap dipertimbangkan dengan matang agar keputusan adil dan berimbang.

Meski keputusan pindah sekolah belum final, dialog antar pihak sudah berjalan. Langkah-langkah pemulihan psikososial dan keberlanjutan pembelajaran menjadi prioritas agar siswa SMAN 72 tidak kehilangan rasa aman dan semangat belajar setelah tragedi ini.