KriminalitasPengetahuan umumViral

Pemicu Banjir Bandang & Longsor di Aceh–Sumatra: Temuan dari Badan Geologi

Faktor Geologi & Topografi: Kombinasi Berbahaya

Menurut Badan Geologi, tiga faktor utama memicu banjir bandang dan longsor di wilayah Aceh hingga pulau Sumatra: curah hujan tinggi hingga ekstrem, kondisi geomorfologi yang curam sampai sangat curam, serta jenis batuan/lapisan tanah (litologi) yang lapuk dan mudah tererosi.

Wilayah-wilayah seperti Humbang Hasudutan, Agam, Mandailing Natal, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara dinilai sangat rentan — topografi lereng terjal ditambah tanah mudah longsor makin memperbesar potensi bencana saat hujan lebat menerjang.

Badan Geologi menekankan bahwa ketika ketiga faktor ini terjadi bersamaan — hujan ekstrem + lereng curam + tanah rapuh — risiko longsor dan banjir bandang naik drastis, terutama di area pemukiman dan permukiman penduduk yang dekat lereng/pinggir sungai.


Cuaca Ekstrem & Pemicu Hidrometeorologi

Tak hanya faktor geologi: curah hujan yang luar biasa tinggi menjadi pemicu langsung bencana. Hujan deras yang mengguyur sejak beberapa hari menyebabkan sungai meluap dan tanah jenuh air — memicu longsor bahkan di kawasan yang sebelumnya dianggap aman.

Bahkan analisis awal menunjukkan bahwa faktor cuaca seperti aktivitas siklon tropis (sepanjang akhir November 2025) ikut memperparah curah hujan di sejumlah wilayah. Kombinasi cuaca ekstrem dan kondisi alam menjelaskan kenapa bencana terjadi secara masif dan luas.

Selain itu, lembaga terkait telah memperingatkan bahwa ketidakstabilan atmosfer dan massa udara basah patut diwaspadai — potensi bencana hidrometeorologi semakin meningkat.


Dampak Nyata: Korban Jiwa dan Kerusakan Luas

Perpaduan faktor geologi dan cuaca ekstrem menghasilkan dampak tragis. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat terus bertambah — saat ini tercatat ratusan jiwa meninggal dan ratusan lainnya hilang.

Kerusakan infrastruktur juga masif — jalan dan jembatan putus, akses ke banyak daerah terisolir, permukiman dan fasilitas publik rusak, serta ribuan warga terpaksa mengungsi.

Tim penyelamat dan SAR bersama instansi terkait terus bekerja — membuka akses, menyalurkan bantuan logistik dan layanan darurat — di tengah tantangan akses terputus dan cuaca tidak menentu.


Implikasi: Pentingnya Tata Guna Lahan & Mitigasi di Daerah Rawan

Temuan Badan Geologi menegaskan bahwa mitigasi bencana tidak bisa hanya soal tanggap darurat — tapi harus ada strategi jangka panjang, terutama di wilayah dengan risiko geologi tinggi.

Beberapa rekomendasi penting:

  • Penataan dan pengendalian tata guna lahan di lereng/daerah rawan longsor — pembatasan pembukaan lahan baru, terutama di permukaan curam.
  • Revitalisasi vegetasi lereng dan perbaikan sistem drainase permukaan untuk mengurangi erosi dan aliran deras saat hujan.
  • Pemetaan kawasan rawan bencana berdasarkan topografi + litologi, serta penyuluhan kepada masyarakat lokal untuk identifikasi tanda awal longsor.
  • Integrasi variabel geologi dan cuaca ekstrem dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan — terutama di daerah perbukitan dan aliran sungai.

Dengan langkah mitigasi yang tepat, risiko bencana bisa ditekan — baik dari segi korban manusia maupun kerusakan infrastruktur.