Pengguna Redmi Note Kecewa, Fitur Hyper Island di HyperOS 3 Jadi Eksklusif untuk Flagship
Jakarta — Kehebohan peluncuran HyperOS 3, sistem operasi terbaru dari Xiaomi, kini diwarnai kekecewaan dari sebagian pengguna seri Redmi Note. Fitur Hyper Island, yang menjadi sorotan utama di sistem baru tersebut, ternyata hanya bisa diakses oleh pengguna perangkat flagship seperti Xiaomi 17 Pro dan Mix Fold 4.
Kebijakan ini memicu perdebatan hangat di komunitas pengguna Xiaomi di berbagai forum dan media sosial, yang menilai langkah tersebut tidak sejalan dengan semangat keterbukaan ekosistem Xiaomi selama ini.
Fitur yang Diharapkan untuk Semua, Tapi Hanya untuk Segelintir
Hyper Island pertama kali diperkenalkan bersamaan dengan peluncuran HyperOS 3 pada akhir September 2025. Fitur ini berfungsi sebagai panel interaktif di bagian atas layar yang menampilkan aktivitas aplikasi secara real-time — mirip dengan Dynamic Island pada iPhone.
Namun, yang membedakan Hyper Island adalah kemampuannya menampilkan dua aktivitas sekaligus, seperti pemutar musik dan navigasi, dalam tampilan animatif yang bisa disesuaikan.
Fitur ini disebut sebagai “wajah baru interaksi digital Xiaomi.”
Sayangnya, berdasarkan laporan Detak.media, Xiaomi memutuskan bahwa fitur ini hanya akan diaktifkan pada perangkat kelas atas seperti Xiaomi 17 Series, Mix Fold 4, dan Pad 7 Pro.
Sementara pengguna seri populer seperti Redmi Note 13 dan Poco F5 tidak akan mendapatkan pembaruan dengan fitur tersebut.
Reaksi Komunitas: “Kami Ikut Bantu Promosinya, Tapi Tak Dapat Fiturnya”
Kekecewaan langsung meluas di komunitas daring seperti Mi Community Indonesia, Reddit, dan grup Telegram HyperOS Global Users.
Banyak pengguna Redmi Note mengeluh bahwa mereka telah menantikan fitur ini setelah melihat demo resminya di acara peluncuran.
“Kami bantu promosi di medsos, ikut uji HyperOS versi beta, tapi ujung-ujungnya fitur Hyper Island cuma buat flagship. Rasanya kayak dibeda-bedain,” tulis salah satu pengguna bernama @redmiaddict di forum resmi Xiaomi.
Beberapa pengguna bahkan menuduh Xiaomi mulai meninggalkan filosofi “Innovation for Everyone” yang selama ini menjadi slogan andalan perusahaan asal Tiongkok tersebut.
Xiaomi: “Bukan Diskriminasi, Tapi Keterbatasan Hardware”
Menanggapi kritik tersebut, Xiaomi Indonesia akhirnya memberi klarifikasi melalui pernyataan resminya.
Menurut juru bicara perusahaan, keputusan membatasi Hyper Island hanya untuk flagship didasarkan pada aspek teknis, bukan komersial.
“Fitur ini membutuhkan panel display dengan refresh rate dan sensor proximity tertentu yang tidak dimiliki semua seri,” ujar Eka Putra, Product PR Manager Xiaomi Indonesia.
“Kami memahami antusiasme pengguna, tapi implementasi penuh fitur ini hanya optimal di perangkat dengan hardware generasi terbaru.”
Xiaomi juga menegaskan bahwa pihaknya sedang menguji versi ringan Hyper Island untuk perangkat menengah, yang kemungkinan akan dirilis pada pembaruan HyperOS 3.1 tahun depan.
Analisis: Strategi “Eksklusif Flagship” ala Xiaomi
Langkah Xiaomi ini dianggap sebagian pengamat sebagai strategi komersial baru untuk mendorong penjualan perangkat premium.
Dalam beberapa tahun terakhir, Xiaomi memang berusaha memperkuat citra sebagai brand kelas atas, bersaing langsung dengan Samsung dan Apple.
Menurut Rendra Tanuwijaya, analis teknologi dari Digital Insight Asia, kebijakan semacam ini sebenarnya tidak mengejutkan.
“Xiaomi kini ingin mengangkat lini flagship-nya ke level yang benar-benar premium. Tapi efek sampingnya, loyalitas pengguna di kelas menengah bisa terkikis,” ujarnya.
Rendra menambahkan bahwa Xiaomi sedang berada di posisi dilematis: di satu sisi ingin mempertahankan basis pengguna Redmi yang masif, namun di sisi lain perlu menonjolkan keunggulan seri flagship agar tidak dianggap sekadar ‘ponsel murah berkualitas tinggi’.
Komunitas Menuntut Transparansi Pembaruan
Selain fitur Hyper Island, pengguna juga mengeluhkan minimnya informasi resmi tentang jadwal pembaruan HyperOS 3 untuk seri non-flagship.
Banyak pengguna Redmi Note 12 dan Poco F5 yang hingga kini masih menggunakan HyperOS versi 2.6 tanpa kejelasan kapan akan menerima versi terbaru.
Di Twitter, tagar #HyperIslandForAll sempat menjadi tren di kalangan pengguna Xiaomi Asia Tenggara. Mereka menuntut agar fitur tersebut dibuka setidaknya dalam bentuk lite version atau opsi eksperimental di pengaturan pengembang.
“Bukan soal mewah atau tidak, tapi kami ingin transparansi. Kalau memang hardware-nya tak mendukung, beri penjelasan teknisnya,” tulis pengguna @miIndonesiaFans.
Potensi Tekanan Pasar
Kritik dari pengguna menempatkan Xiaomi dalam posisi yang rumit. Di tengah persaingan ketat dengan merek seperti Realme dan Samsung, kepercayaan komunitas adalah modal besar.
Jika Xiaomi gagal menjaga kejelasan komunikasi soal kebijakan pembaruan, para pengguna menengah bisa berpindah merek dengan cepat.
Beberapa analis menyebut bahwa strategi eksklusif ini hanya bisa berhasil jika dibarengi kompensasi yang jelas bagi seri menengah, seperti peningkatan performa atau fitur AI baru yang eksklusif.
“Xiaomi harus hati-hati. Di pasar yang loyalitasnya berbasis komunitas, kekecewaan mudah berubah jadi eksodus,” tambah Rendra.
Kesimpulan
Kehadiran HyperOS 3 seharusnya menjadi momen besar bagi Xiaomi dalam memperkuat ekosistemnya di seluruh lini produk.
Namun, keputusan menjadikan Hyper Island sebagai fitur eksklusif flagship membuat sebagian pengguna Redmi Note merasa terpinggirkan.
Meski Xiaomi berdalih alasan teknis, publik menilai bahwa perusahaan kini mulai meniru pola eksklusivitas merek premium — langkah yang berisiko menggerus kepercayaan pengguna lama.
Apakah langkah ini strategi jangka panjang untuk menaikkan kelas merek, atau justru awal retaknya hubungan Xiaomi dengan komunitas loyalnya, hanya waktu yang bisa menjawab.