Musim Hujan Datang, DBD Mengintai Warga Banjarmasin: Waspada Genangan & Sarang Nyamuk
Banjarmasin, 10 Oktober 2025 — Memasuki bulan Oktober, sejumlah wilayah di Indonesia mulai mengalami hujan lebih sering. Bersamaan dengan itu, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali menjadi ancaman serius, terutama bagi kota Banjarmasin, yang sudah dikategorikan sebagai daerah endemis DBD. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan, hingga September 2025 tercatat 15 kasus DBD di kota ini — lebih rendah dibanding 68 kasus pada periode yang sama di tahun 2024. Meski demikian, tren kenaikan kasus di awal musim hujan tetap perlu diwaspadai.
Data & Tren Kasus DBD di Banjarmasin
Menurut drg. Emma Ariesnawati, Kepala Bidang Pencegahan & Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Banjarmasin, meskipun angka kasus DBD saat ini relatif kecil, setiap tahun awal musim hujan biasanya menjadi titik lonjakan penyakit ini.
Dia menjelaskan bahwa tahun 2024 mencatat 68 kasus DBD di kota tersebut selama periode yang sama. Tahun ini, hingga September, baru 15 kasus — namun angka ini belum mencerminkan puncak kasus, yang biasanya mulai membesar saat gelombang hujan masuk.
Banjarmasin tergolong daerah endemik DBD, artinya kasus DBD rutin muncul tiap tahun dan cenderung berulang jika pengendalian lingkungan tidak dilakukan dengan konsisten.
Faktor Risiko Utama: Genangan Air & Sarang Nyamuk
Salah satu faktor peningkatan kasus DBD adalah munculnya genangan air akibat curah hujan tinggi. Genangan kecil di pekarangan, talang yang mampet, pot bunga, wadah bekas air, dan sampah plastik bisa menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.
Ketika musim hujan tiba, banyak lokasi tak tertata menjadi “sarang” nyamuk. Lingkungan yang lembap dan penuh kelembapan memberi kondisi ideal bagi telur dan jentik nyamuk berkembang.
Emma Ariesnawati menyebut bahwa Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus masih menjadi strategi paling efektif yang dipacu Pemkot Banjarmasin dalam menghadapi ancaman ini. PSN mencakup menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat penampungan air, sekaligus menggalakkan penggunaan larvasida, fogging bila perlu, dan edukasi masyarakat.
Peran Kader Jumantik & Partisipasi Masyarakat
Dalam penanganan DBD, pemerintah daerah melibatkan kader jumantik (juru pemantau jentik) sebagai ujung tombak pengendalian vektor di lingkungan warga. Kader ini bertugas memantau potensi tempat berkembang biak nyamuk, melakukan inspeksi dan pelaporan secara rutin.
Menurut Emma, keberhasilan pencegahan DBD sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat — bukan hanya Dinkes dan instansi terkait. Tanpa keterlibatan warga membersihkan dan menjaga lingkungan, upaya fogging atau program pemerintah bisa sia-sia.
Beberapa langkah partisipatif yang didorong antara lain:
- Dievaluasi dan dikuras secara rutin tempat penampungan air, seperti bak mandi, tangki, drum, pot.
- Menutup rapat tempat penyimpanan air agar nyamuk tidak bisa masuk.
- Mendaur ulang atau membuang sampah plastik atau benda yang bisa menampung air hujan.
- Menggalakkan gotong royong lingkungan dan kerja bakti untuk membersihkan saluran air.
Gejala, Penanganan Awal & Rekomendasi Medis
DBD biasanya muncul dengan gejala yang khas namun kadang disalahartikan sebagai penyakit demam umum. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai:
- Demam tinggi mendadak (suhu tubuh bisa mencapai > 38,5 °C)
- Nyeri otot dan sendi, sering disebut “bone break fever”
- Sakit kepala hebat dan nyeri di belakang mata
- Ruam atau bercak merah pada kulit
- Mual, muntah, atau penurunan nafsu makan
Emma mengingatkan: “Jangan tunggu sampai parah. Penanganan cepat sangat penting.” Bila demam tinggi berlangsung lebih dari 2–3 hari atau muncul beberapa gejala di atas, warga dianjurkan segera ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan lengkap (tes darah untuk trombosit, hematokrit, dll).
Hingga saat artikel itu dibuat, belum ada laporan kematian akibat DBD di Banjarmasin. Namun pihak Dinkes telah mempersiapkan logistik dan persediaan obat untuk mitigasi jika terjadi lonjakan kasus.
Waktu Puncak & Kalender Risiko
Menurut BMKG dan Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, peningkatan kasus DBD biasanya mulai terjadi pada Oktober hingga Februari — periode ketika curah hujan tinggi dan kelembapan meningkat.
Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan sejak awal musim hujan muncul. Upaya pencegahan harus dipancing lebih awal, tidak menunggu ketika kasus sudah mulai merangkak naik.
Tantangan & Hambatan yang Dihadapi
Meski pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dan program pencegahan, sejumlah hambatan tetap mengancam efektivitasnya:
- Kurangnya kesadaran masyarakat
Beberapa warga kurang konsisten melakukan PSN di lingkungan rumah tangga sendiri — karena sibuk atau kurang peduli. - Lingkungan kumuh dan drainase buruk
Di beberapa kawasan kota padat, drainase buruk menyulitkan air mengalir, sehingga banyak titik genangan tersembunyi. - Keterbatasan sumber daya Dinkes
Dalam kasus lonjakan mendadak, Dinas Kesehatan kadang kewalahan menyuplai fogging, obat, dan tenaga kesehatan ke semua titik. - Resistensi nyamuk terhadap larvasida / insektisida
Jika larvasida dan fogging digunakan terus-menerus tanpa pergantian zat aktif, nyamuk bisa menjadi kebal. - Koordinasi antar instansi & lintas wilayah
DBD tidak mengenal batas administrasi, sehingga upaya pencegahan harus sinergis antara kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah, dan komunitas.
Rekomendasi Strategis & Upaya Lanjutan
Untuk mengurangi risiko DBD selama musim hujan, langkah strategis berikut sangat penting:
- Edukasi masif ke masyarakat melalui media lokal, sosial media, dan kampanye lapangan tentang PSN 3M Plus dan pentingnya pencegahan dini.
- Peningkatan kapasitas kader jumantik — pelatihan, insentif, alat pelindung, dan sistem pelaporan digital agar pemantauan lebih efektif.
- Pengawasan kualitas fogging & larvasida — penggunaan senyawa bergantian dan evaluasi efektivitas rutin agar nyamuk tak kebal.
- Penataan lingkungan & pengelolaan air — perbaikan drainase, pembuangan sampah, normalisasi saluran air kota agar genangan minim.
- Pemantauan & surveilans kasus — sistem data realtime agar lonjakan kasus bisa dideteksi sejak dini dan respons cepat.
- Sistem respons darurat Dinkes — stok obat, ruang isolasi, tenaga medis cadangan, serta protokol rujukan yang jelas ke rumah sakit.
- Kolaborasi lintas sektor — Dinas Kesehatan, kebersihan kota, perumahan, pendidikan, hingga masyarakat harus bersinergi.
Kesimpulan
Musim hujan membawa berkah — tetapi juga risiko. Di kota seperti Banjarmasin, DBD selalu mengintai setiap kali hujan mulai turun. Meskipun angka kasus saat ini relatif rendah, tren tahunan menunjukkan lonjakan mulai dari Oktober hingga Februari.
Kunci agar kasus DBD tidak meledak menjadi epidemi lokal adalah pencegahan dini dan konsisten: PSN 3M Plus, partisipasi aktif warga, pemantauan jentik, dan kesiapan sistem kesehatan. Jika kita semua bergerak bersama — masyarakat, kader jumantik, dan pemerintah — ancaman DBD di musim hujan bisa ditekan.

