Menlu Pastikan Pendampingan WNI Korban Online Scam di Kamboja: Pulang atau Bertahan?
Jakarta – Isu pekerja Indonesia yang terjerat penipuan daring di Kamboja kembali menjadi perhatian utama pemerintah. Menteri Luar Negeri Sugiono mengonfirmasi bahwa pihaknya telah aktif melakukan pendampingan terhadap 110 WNI yang menjadi korban pekerjaan ilegal dan penipuan online di perusahaan berlokasi Kota Chrey Thum, Provinsi Kandal, Kamboja.
Pendataan masih berlangsung, lantaran belum semua korban memastikan akan pulang ke Tanah Air. “Kita lihat nanti kebutuhannya seperti apa, apakah semuanya mau pulang atau tidak karena ada juga yang kita pulangi ternyata dia tidak mau pulang,” ungkap Sugiono di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (22/10). Pernyataan tersebut mengindikasikan kompleksitas kasus penipuan daring yang kerap melibatkan unsur kebutuhan ekonomi serta tekanan psikologis — faktor utama yang membuat sebagian WNI memilih bertahan meski harus menanggung risiko.
Konfirmasi dari Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Mukhtarudin menambahkan bahwa seluruh WNI kini berada di bawah penanganan otoritas Kamboja, didampingi langsung oleh KBRI Phnom Penh. “Kami memastikan seluruh WNI yang menjadi korban maupun yang terlibat dalam kasus ini dalam kondisi aman,” jelasnya.
Berdasarkan data terbaru Kementerian P2MI, 97 WNI berhasil melarikan diri dari perusahaan penipuan daring, sedangkan 13 lainnya dikeluarkan langsung oleh pihak berwenang Kamboja. Proses identifikasi, pemulangan, dan pemulihan psikologis bagi korban terus diupayakan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan banyak korban justru memilih tetap tinggal, diduga karena “belum balik modal” dari hasil kerja mereka, atau terikat beban perjanjian yang belum lunas dengan pihak perusahaan.
Kasus ini menambah daftar panjang masalah perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Pola penipuan daring di Kamboja dan beberapa negara Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir kian mengancam masyarakat yang terdesak kebutuhan ekonomi dan tergiur iming-iming pekerjaan bergaji tinggi. Pemerintah Indonesia, lewat Kemlu dan KBRI, mengakselerasi pendampingan hukum serta langkah diplomatik, namun proses rehabilitasi sosial dan ekonomi pejuang migran seperti para korban scam di Kamboja tetap membutuhkan perhatian khusus.
Realitas “belum tentu semua mau pulang” menggambarkan betapa perlindungan pekerja migran bukan sekadar aksi evakuasi, tapi juga pertaruhan martabat serta masa depan bagi mereka dan keluarganya di kampung halaman.
Kasus di Chrey Thum menjadi momentum refleksi, agar ke depan bisa meminimalisasi korban penipuan daring terhadap WNI, meningkatkan edukasi migran, serta memperkuat diplomasi perlindungan. Di tengah era kerja digital dan migrasi massal, kompleksitas kasus seperti ini akan terus hadir, menuntut negara untuk bergerak lebih responsif dan analitis.
