Pengetahuan umumTeknologi

Menolak Bayang-Bayang Dominasi Global: Indonesia Melawan Kolonialisme Digital, dari Judi hingga AI

Jakarta –

Indonesia, dengan populasi digitalnya yang masif, kini berdiri tegak di garis depan pertempuran global yang tidak kasat mata: Kolonialisme Digital. Istilah ini merujuk pada dominasi kekuasaan teknologi, data, dan platform oleh segelintir korporasi global, yang secara tidak langsung mengatur kedaulatan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang. Dari isu krusial seperti maraknya judi online hingga perlombaan teknologi Kecerdasan Buatan (AI), Pemerintah Indonesia menegaskan sikapnya untuk merebut kembali kontrol atas ruang digital nasional.

Pernyataan tegas ini diungkapkan dalam berbagai forum kebijakan, menandakan perubahan serius dalam pendekatan regulasi teknologi di Indonesia. Fokus utamanya bukan hanya pada penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal, tetapi pada pembangunan kedaulatan siber yang berkelanjutan, memastikan bahwa kepentingan nasional tidak tersubordinasi di bawah kepentingan pasar dan teknologi asing.

Judi Online sebagai Pintu Masuk Kolonialisme Data

Isu judi online seringkali dilihat sebagai masalah kriminal biasa, namun dalam konteks kolonialisme digital, ia memiliki dimensi yang jauh lebih dalam. Praktik ilegal ini dioperasikan oleh jaringan transnasional yang tidak hanya mengeruk triliunan rupiah dari kantong masyarakat, tetapi juga mengumpulkan data sensitif dalam skala besar. Data ini, meskipun terkait aktivitas ilegal, tetap menjadi aset yang dieksploitasi oleh pihak asing.

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa memerangi judi online adalah salah satu langkah awal untuk menegaskan otoritas digital. Upaya pemblokiran ribuan situs dan penindakan tegas terhadap operator adalah sinyal bahwa ruang siber nasional tidak boleh menjadi zona bebas bagi eksploitasi dan destabilisasi sosial yang dikendalikan dari luar.

Perlombaan AI dan Ancaman Ketergantungan

Ancaman kolonialisme digital tidak berhenti pada aktivitas ilegal; ia merambah ke sektor teknologi maju, terutama AI. Saat ini, model-model AI generatif yang paling dominan dikembangkan dan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan teknologi dari negara maju. Model ini dilatih menggunakan data yang sangat besar, sebagian besar berasal dari konteks budaya dan sosial Barat.

Ketergantungan pada model AI asing ini menimbulkan dua risiko besar bagi Indonesia:

  1. Bias Algoritmik dan Budaya: AI yang tidak terlatih dengan data Indonesia berisiko menghasilkan output yang bias atau tidak relevan dengan konteks sosial dan budaya lokal, yang berpotensi merusak narasi nasional.
  2. Kehilangan Inovasi Lokal: Jika Indonesia tidak segera membangun kerangka AI nasional yang kuat, sektor teknologi lokal akan selamanya menjadi konsumen pasif, bukan produsen aktif, yang akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi digital berbasis inovasi dalam negeri.

Strategi Nasional untuk Kedaulatan Digital

Untuk melawan dominasi ini, Indonesia menempuh strategi yang komprehensif, mencakup aspek regulasi, infrastruktur, dan pengembangan talenta.

Secara regulasi, pemerintah sedang menyusun kerangka kerja yang lebih ketat terkait pengelolaan data lintas batas dan kepemilikan platform. Tujuannya adalah memastikan bahwa data warga negara Indonesia diproses dan disimpan dengan standar keamanan dan akuntabilitas yang tinggi.

Selain itu, fokus utama diarahkan pada pembangunan infrastruktur AI nasional dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) yang masif. Indonesia berupaya menciptakan ekosistem di mana para ilmuwan dan developer lokal mampu mengembangkan model AI yang sensitif terhadap bahasa, budaya, dan kebutuhan spesifik Indonesia.

“Indonesia harus menjadi pemain, bukan hanya penonton. Kedaulatan digital bukan hanya tentang memblokir konten ilegal, tetapi tentang kemampuan kita mengontrol dan memanfaatkan teknologi mutakhir, seperti AI, untuk kepentingan nasional dan kemakmuran rakyat,” demikian penegasan yang menjadi narasi sentral dalam visi digital Indonesia.

Penolakan terhadap kolonialisme digital adalah sebuah investasi jangka panjang. Ini adalah upaya untuk memastikan bahwa masa depan digital Indonesia dibangun di atas fondasi kemandirian, etika, dan keadilan, bebas dari bayang-bayang dominasi teknologi global yang hegemonik. Perjuangan ini menuntut kolaborasi kuat antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil.