BeritaPengetahuan umum

Ekosistem Laut NTT Tak Sehat: Ancaman Mamalia Laut Terdampar dan Indikasi Krisis Lingkungan

KUPANG, NTT – Peningkatan frekuensi kasus terdamparnya mamalia laut di pesisir Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam beberapa waktu terakhir telah memicu kekhawatiran serius di kalangan konservasionis dan ahli kelautan. Fenomena ini tidak lagi dapat dianggap sebagai insiden terisolasi, melainkan sebagai indikasi nyata dan dramatis bahwa ekosistem laut di wilayah tersebut sedang berada dalam kondisi yang tidak sehat dan di bawah tekanan yang parah.

NTT, yang terletak di jantung Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), seharusnya menjadi benteng keanekaragaman hayati maritim. Namun, fakta terdamparnya paus, lumba-lumba, dan dugong secara berulang menunjukkan adanya gangguan fundamental pada kesehatan rantai makanan laut dan lingkungan perairan. Analisis harus dialihkan dari sekadar upaya penyelamatan individual ke penelusuran akar masalah yang lebih struktural dan luas.

Mamalia Laut: Barometer Kesehatan Samudra

Mamalia laut, seperti paus dan lumba-lumba, sering disebut sebagai barometer atau indikator kesehatan samudra. Sebagai predator puncak, kesehatan mereka mencerminkan kondisi seluruh ekosistem di bawahnya. Jika mamalia laut terdampar atau sakit, itu berarti ada yang salah pada habitat, makanan, atau sistem navigasi mereka.

Penyebab terdamparnya mamalia laut terdampar NTT dapat diurai menjadi tiga faktor utama yang saling berkaitan:

1. Polusi dan Akumulasi Racun

Salah satu ancaman terbesar adalah polusi, khususnya plastik dan zat kimia beracun. Mamalia laut dapat menelan sampah plastik, yang menyumbat saluran pencernaan mereka dan menyebabkan kematian perlahan. Selain itu, mereka juga rentan terhadap bioakumulasi racun seperti logam berat (merkuri) dan pestisida. Racun ini masuk melalui mangsa mereka, terkumpul dalam jaringan lemak, dan dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh serta fungsi saraf. Ketika sistem saraf terganggu, kemampuan mamalia untuk bernavigasi dan mencari makan menjadi kacau, yang berujung pada terdampar.

2. Ketersediaan Pangan dan Perubahan Iklim

Perubahan iklim telah mengubah suhu permukaan laut dan pola arus. Hal ini secara langsung memengaruhi ketersediaan dan migrasi ikan kecil yang merupakan sumber makanan utama mamalia laut.

  • Pola Migrasi Terganggu: Mamalia laut yang terpaksa melakukan perjalanan lebih jauh atau menyimpang dari rute migrasi normal mereka untuk mencari makanan berisiko mengalami kelelahan dan disorientasi.
  • Zona Mati: Pemanasan laut dapat memicu pembentukan dead zones (zona mati) atau red tide (ledakan alga beracun), yang menghilangkan oksigen dari air dan merusak basis rantai makanan. Mamalia laut yang memasuki zona ini dapat menderita keracunan atau kesulitan bernapas.

3. Tekanan Antropogenik (Aktivitas Manusia)

Aktivitas manusia di sekitar pesisir dan perairan NTT memberikan tekanan yang signifikan:

  • Kebisingan Bawah Laut: Penggunaan sonar militer, kapal-kapal besar, dan ledakan di bawah air (seperti dalam penangkapan ikan ilegal) dapat merusak sistem sonar alami (echolocation) yang digunakan paus dan lumba-lumba untuk navigasi dan komunikasi. Hilangnya navigasi adalah penyebab utama disorientasi yang berujung pada terdampar.
  • Perikanan Merusak: Praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, seperti trawl atau jaring yang dibiarkan hanyut (ghost nets), dapat melukai atau menjerat mamalia laut, menyebabkan luka parah atau tenggelam.

Kebutuhan akan Respons Terintegrasi

Fenomena mamalia laut terdampar NTT harus menjadi call to action bagi pemerintah daerah, pusat, dan masyarakat. Respons yang dibutuhkan harus melampaui upaya penyelamatan di pantai.

  1. Pengawasan Polusi: Memperketat regulasi pembuangan limbah industri dan rumah tangga yang bermuara di laut. Melakukan pembersihan pantai secara periodik dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya sampah plastik.
  2. Penelitian Terpadu: Melakukan nekropsi (autopsi) terhadap setiap bangkai yang terdampar untuk mengidentifikasi penyebab kematian yang spesifik (misalnya, tingkat merkuri dalam jaringan, jenis plastik yang tertelan). Data ini sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang tepat.
  3. Pengelolaan Kawasan Konservasi: Memperkuat pengawasan di kawasan konservasi maritim untuk meminimalkan kebisingan bawah laut dan memastikan perikanan dilakukan secara berkelanjutan.

Krisis di NTT adalah pengingat bahwa kesehatan manusia, ekonomi, dan lingkungan laut adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Melestarikan mamalia laut berarti menjaga seluruh ekosistem di mana kita bergantung.

Related KeywordsKesehatan laut NTT, mamalia laut terdampar, krisis ekosistem, polusi laut, perikanan merusak, konservasi maritim