Kotoran Kuno 1.300 Tahun: Jendela ke Penyakit dan Kehidupan Masyarakat Meksiko Purba
Jakarta, 23 Oktober 2025 — Di sebuah gua gelap di pegunungan Durango, Meksiko, tersimpan rahasia yang tak terbayangkan: kotoran manusia kering berusia lebih dari 1.300 tahun, yang kini membongkar cerita pilu tentang kesehatan dan sanitasi masyarakat purba. Gua ini, dikenal sebagai La Cueva de los Muertos Chiquitos atau “Gua Anak-Anak yang Telah Meninggal,” bukan hanya makam bagi 17 anak yang diduga menjadi korban ritual pengorbanan, tapi juga kapsul waktu biologis yang mengungkap infeksi usus mengerikan yang menerpa penduduk Loma San Gabriel pada abad ke-7 hingga 9 Masehi. Studi terbaru di jurnal PLOS One, yang menganalisis DNA dari 10 sampel kotoran kuno ini, menunjukkan betapa rentannya manusia purba terhadap parasit dan bakteri—sebuah pengingat bahwa kemajuan modern kita sering kali mengaburkan perjuangan leluhur melawan musuh tak kasat mata di perut mereka.
Bayangkan: di tengah kegelapan gua yang lembab, di mana suara tetesan air bergema seperti bisikan masa lalu, para arkeolog menemukan tumpukan sampah purba pada akhir 1950-an. Di antara tulang hewan, sisa tanaman, dan reruntuhan keramik unik, terselip paleofeces—kotoran kering yang diawetkan oleh kondisi kering gua selama lebih dari satu milenium. Situs ini, yang ditempati masyarakat Loma San Gabriel—sebuah budaya pra-Kolumbus yang mengandalkan perburuan, pengumpulan, dan pertanian skala kecil—menjadi laboratorium alami untuk memahami kehidupan sehari-hari mereka. Tapi penelitian terbaru ini, dipimpin Drew Capone dari Indiana University, membuka tabir yang lebih gelap: hampir setiap sampel mengandung patogen usus, menandakan sanitasi buruk dan infeksi kronis yang mungkin memendekkan umur dan menyulitkan kelangsungan hidup komunitas ini.
Gua Anak-Anak Mati: Situs Ritual dan Misteri Pengorbanan
La Cueva de los Muertos Chiquitos, terletak di Rio Zape Valley, Durango, bukan gua biasa. Nama “Gua Anak-Anak yang Telah Meninggal” berasal dari penemuan tragis: sisa-sisa 17 anak di bawah usia 5 tahun, dikubur dalam posisi ritual kompleks dengan artefak seperti panah dan perhiasan. Arkeolog awal, seperti J. Charles Kelley pada 1950-an, menduga ini bukti pengorbanan—praktik umum di masyarakat Mesoamerika purba untuk menenangkan dewa atau memastikan kesuburan tanah. Loma San Gabriel, yang hidup sekitar 600-800 Masehi, adalah kelompok semi-nomaden yang membangun gua ini sebagai tempat suci, lengkap dengan tumpukan sampah ritual yang mencakup makanan, alat, dan—ironisnya—bukti penyakit mereka sendiri.
Penelitian sebelumnya sudah mengungkap parasit seperti cacing tambang (Ancylostoma duodenale), cacing kremi (Enterobius vermicularis), dan Trichuris trichiura dalam 36 sampel kotoran dari gua ini, menunjukkan prevalensi tinggi infeksi helminth (cacing usus). Tapi studi baru ini, diterbitkan 22 Oktober 2025 di PLOS One, melangkah lebih jauh dengan teknik molekuler modern: ekstraksi DNA dari 10 sampel paleofeces yang mewakili “peristiwa buang air besar berbeda” dari periode 725-920 Masehi. “Bekerja dengan sampel kuno ini seperti membuka kapsul waktu biologis, yang masing-masing mengungkap wawasan tentang kesehatan manusia dan kehidupan sehari-hari,” kata Capone, asisten profesor kesehatan lingkungan di Indiana University, dalam pernyataan resminya.
Tim Capone, bekerja sama dengan Joe Brown dari University of North Carolina at Chapel Hill, menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mengamplifikasi DNA mikroba dalam sampel tersebut. Hasilnya? Setiap sampel mengandung setidaknya satu patogen atau mikroba usus, dengan dua yang paling dominan: parasit Blastocystis (ditemukan dalam hampir semua sampel) dan berbagai strain bakteri E. coli (dalam 70% sampel). Selain itu, ditemukan cacing kremi, Shigella (penyebab diare berdarah), dan Giardia (penyebab giardiasis), yang semuanya menunjukkan infeksi pencernaan kronis. “Ada banyak potensi dalam penerapan metode molekuler modern untuk menginformasikan studi-studi di masa lalu,” tambah Brown, menekankan bagaimana teknologi ini mengungkap patogen yang sebelumnya tak terdeteksi, seperti Blastocystis dan Shigella.
Fakta Ngeri: Sanitasi Buruk dan Infeksi yang Menghantui
Apa artinya temuan ini? Prevalensi patogen yang tinggi menunjukkan sanitasi yang buruk adalah kenyataan sehari-hari bagi Loma San Gabriel. Masyarakat ini, yang bergantung pada pertanian kecil seperti jagung dan kacang, sering menelan mikroba melalui air minum tercemar, tanah yang terkontaminasi tinja, atau makanan yang tak dicuci bersih. Blastocystis, misalnya, adalah parasit yang bisa menyebabkan kembung, diare, dan kelelahan kronis, sementara E. coli strain patogenik memicu infeksi usus parah. Shigella, yang ditemukan di sini untuk pertama kalinya dalam sampel kuno, bisa membunuh anak-anak melalui dehidrasi cepat—ironi tragis mengingat gua ini penuh sisa anak-anak.
Peneliti memperkirakan bahwa lebih banyak patogen mungkin ada, tapi DNA-nya sudah rusak seiring waktu. Studi ini, meski terbatas pada 10 sampel, memperluas pemahaman tentang “beban penyakit” di masyarakat Loma: infeksi usus ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga melemahkan kemampuan bertahan hidup, terutama di tengah ritual pengorbanan yang mungkin memperburuk stres sosial dan nutrisi buruk. “Penerapan metode ini pada sampel purba lainnya menawarkan potensi untuk memperluas pemahaman kita tentang cara hidup masyarakat purba dan patogen yang mungkin memengaruhi kesehatan mereka,” tulis para peneliti dalam kesimpulan studi.
Konteks Budaya Loma San Gabriel: Antara Ritual dan Kelangsungan Hidup
Loma San Gabriel adalah masyarakat transisi: muncul dari budaya Archaic Los Caracoles, mereka hidup di wilayah kering Durango dan Zacatecas, menggabungkan perburuan rusa dan kelinci dengan tanam jagung skala kecil. Keramik unik mereka, sering dihiasi motif geometris, menunjukkan kreativitas artistik, sementara gua-gua seperti ini berfungsi sebagai tempat ritual, pemakaman, dan penyimpanan. Pengorbanan anak, meski kontroversial, mungkin bagian dari upacara kesuburan atau permohonan hujan, mirip praktik di Teotihuacan atau Maya.
Tapi infeksi usus ini mengungkap sisi gelap: sanitasi buruk, mungkin karena kurangnya akses air bersih dan kebiasaan membuang tinja di dekat sumber makanan, mempercepat penyebaran penyakit. Parasit zoonotik seperti cacing tambang, yang juga ditemukan di sampel sebelumnya, menunjukkan kontak dekat dengan hewan liar—mungkin dari makan daging mentah atau berbagi ruang gua. Studi ini, dengan teknik PCR yang mendeteksi DNA patogen spesifik, menambahkan lapisan baru: Shigella dan Giardia, yang menyebabkan diare berdarah dan malabsorpsi nutrisi, mungkin berkontribusi pada tingginya angka kematian anak, memperkuat narasi pengorbanan sebagai respons terhadap krisis kesehatan atau kelaparan.
Implikasi untuk Arkeologi dan Kesehatan Modern
Temuan ini bukan hanya soal masa lalu; ia punya pelajaran untuk hari ini. Teknik molekuler seperti PCR memungkinkan rekonstruksi “paleoepidemiologi”—sejarah penyakit manusia—yang bisa bantu pahami evolusi patogen modern. Misalnya, strain E. coli kuno ini mirip dengan yang menyebabkan wabah diare hari ini di daerah sanitasi buruk. Di Indonesia, di mana infeksi usus masih bunuh ribuan anak setiap tahun karena air tercemar, studi ini ingatkan pentingnya sanitasi dasar—dari sumur aman hingga pendidikan higiene.
Capone dan timnya berencana terapkan metode ini pada situs lain, seperti gua di Amerika Selatan atau Asia, untuk rekonstruksi global patogen purba. “Ini membuka pintu untuk memahami bagaimana penyakit membentuk sejarah manusia,” kata Brown. Bagi Loma San Gabriel, yang lenyap sekitar abad ke-10 mungkin karena perubahan iklim atau invasi, kotoran kuno ini adalah warisan pilu: bukti ketangguhan di tengah penderitaan, dan pengingat bahwa kemajuan kesehatan kita dibangun di atas perjuangan leluhur.
Di Gua Anak-Anak Mati, di mana tulang kecil berserakan di antara kotoran kering, cerita ini tetap bergema: manusia purba, seperti kita, bertarung melawan musuh tak terlihat di perut mereka. Tapi dengan sains modern, kita bisa belajar—dan mungkin, mencegah sejarah berulang.
📌 Sumber: CNBC Indonesia, PLOS One (2025), Phys.org, Popular Science, PubMed, ResearchGate, BioOne, Mirage News, diolah kembali oleh tim beritasekarang.id.
baca juga sejarah Indonesia yang menarik di sejarahindonesia.com
