Penolakan Imunisasi Campak di Sampang: Efek Hoaks dan Tantangan Cakupan Vaksinasi
Sampang, 8 September 2025 – Penolakan terhadap imunisasi campak masih terjadi di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, meski upaya pihak Dinas Kesehatan setempat telah berlangsung. Menurut laporan RRI, sebagian masyarakat enggan memvaksin anak mereka karena terpengaruh informasi hoaks seputar imunisasi.
Situasi Saat Ini di Sampang
Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang menyatakan bahwa sebagian orang tua masih menolak imunisasi campak. Penolakan ini diduga dipicu oleh mitos yang beredar, seperti anggapan vaksin mengandung unsur tidak halal, atau memberi efek negatif pada anak. Hal ini menimbulkan risiko buruk, karena imunisasi adalah upaya pencegahan dasar terhadap penularan penyakit menular seperti campak.
Penyebab Penolakan: Hoaks yang Masih Mengakar
Riset terkait isu serupa menunjukkan bahwa hoaks tentang vaksin haram atau menyebabkan cacat/autisme terus menimbulkan keraguan di masyarakat. Direktur Satgas Imunisasi IDAI, Prof. dr. Hartono Gunardi, menegaskan bahwa klaim tersebut berasal dari studi salah dan sudah dibantah: jurnal yang mempublikasikan penelitiannya telah dicabut dan penelitinya dicabut izin praktiknya. Namun sayangnya, misinformasi ini masih tersimpan dan menyebar, menghambat program imunisasi esensial.
Bahaya Imunisasi Rendah & Gagalnya Herd Immunity
Cakupan imunisasi yang rendah berarti herd immunity tidak terbentuk. Padahal, untuk campak, herd immunity dibutuhkan hingga 95% cakupan di setiap wilayah. Dinas Kesehatan, tokoh agama, tenaga medis, hingga kader posyandu perlu bersinergi agar imunisasi diterima luas. Tanpa itu, wabah dapat meletus kembali, seperti yang terjadi di beberapa daerah sebelumnya.
Dampak Kesehatan: Komplikasi Serius hingga Kematian
Campak bukan sekadar ruam dan demam; jika tidak dicegah, dapat berujung pada komplikasi serius seperti pneumonia, diare parah, infeksi telinga, kebutaan, hingga ensefalitis—peradangan otak serius yang bisa mengancam hidup. Kasus seperti ini banyak terjadi di wilayah dengan cakupan imunisasi rendah. Ancaman nyata ini mempertegas urgensi vaksinasi sebagai upaya pencegahan.
Strategi Melawan Hoaks dan Meningkatkan Cakupan
Pakar kesehatan global, seperti Dicky Budiman, menyarankan pendekatan “truth sandwich” untuk menghadapi infodemik: menyajikan fakta yang kuat, kemudian bantahan hoaks, dan diakhiri penegasan kembali fakta. Selain itu, kolaborasi dengan MUI, NU, Muhammadiyah, tokoh agama lokal, serta kader kesehatan setempat sangat vital untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap imunisasi.
Langkah Konkret di Sampang
Meski informasi rinci mengenai imunisasi masal di Sampang belum tersedia, berikut adalah beberapa pendekatan yang bisa diperkuat:
- Percepatan kampanye vaksinasi di sekolah, posyandu, dan komunitas lokal.
- Edukasi berbasis komunitas dengan melibatkan tokoh masyarakat dan agama untuk membantah mitos.
- Monitoring dan evaluasi cakupan imunisasi untuk mengejar angka herd immunity.
- Penanganan cepat jika terjadi kasus campak, dengan surveilans dan respons dini.
Tabel Ringkasan
Aspek | Detail |
---|---|
Penyebab penolakan | Hoaks vaksin haram, takut efek samping ringan atau palsu |
Risiko kesehatan | Komplikasi campak serius: pneumonia, infeksi, ensefalitis |
Herd immunity | Tidak tercapai—mandul 95% target cakupan dasar imunisasi |
Solusi efektif | Kampanye edukasi berbasis agama, truth sandwich, dukungan Kementerian |
Upaya di lapangan | Percepatan imunisasi lokal, kolaborasi tokoh agama, penguatan posyandu |
Kesimpulan
Penolakan imunisasi campak di Sampang akibat hoaks membawa risiko kesehatan besar jika dibiarkan. Untuk membalikkan tren ini, dibutuhkan pendekatan cermat dan terpercaya: edukasi faktual, kolaborasi lintas sektor—terutama agama dan medis—serta respon proaktif terhadap informasi menyesatkan. Upaya ini tak hanya melindungi anak-anak Sampang, tetapi juga menjaga kesehatan masyarakat luas melalui terbentuknya herd immunity yang kuat.
