DPR Sudah Pangkas Tunjangan, BEM Masih Belum Puas? Ini Faktanya!
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memangkas tunjangan anggota legislatif menuai beragam respons. Di satu sisi, publik menuntut efisiensi anggaran. Di sisi lain, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) masih menyuarakan ketidakpuasan. Pertanyaannya: apakah pemangkasan ini cukup untuk menjawab keresahan rakyat?
DPR Sudah Pangkas Tunjangan, Ini Rinciannya
Dalam rapat internal, DPR menyatakan bahwa mereka telah memangkas beberapa komponen tunjangan anggota. Salah satunya adalah tunjangan komunikasi intensif serta pengurangan dalam alokasi biaya perjalanan dinas. Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus menjelaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggapan atas kritik publik mengenai gaya hidup mewah para wakil rakyat.
“Pemangkasan ini bukan semata-mata karena tekanan publik, tapi juga bagian dari reformasi internal DPR,” ujar Lodewijk, seperti dikutip dari Detik News.
Namun, apakah langkah ini cukup?
Tanggapan BEM: Belum Cukup!
Sejumlah perwakilan BEM dari berbagai universitas menyatakan bahwa langkah DPR tersebut belum menyentuh akar persoalan. Menurut mereka, pemangkasan tunjangan hanya menyentuh permukaan dan belum menjadi solusi konkret terhadap isu kemewahan dan ketimpangan di lembaga legislatif.
Dalam konferensi pers yang digelar oleh Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Ketua BEM UI menyatakan:
“Kami mengapresiasi langkah DPR, tapi itu belum cukup. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama. Kami butuh perubahan sistemik, bukan hanya kosmetik.”
BEM juga menuntut adanya audit menyeluruh terhadap anggaran DPR dan transparansi terhadap hasil kinerjanya. Hal ini dinilai penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Opini Publik: Respons Netizen Beragam
Di media sosial, reaksi masyarakat pun terbelah. Sebagian besar netizen menyambut baik pemangkasan tunjangan, tetapi tidak sedikit yang menilai hal itu hanya pencitraan semata.
“Ya ampun, masa baru dipotong sedikit udah bangga? Gaji mereka masih jauh di atas rata-rata rakyat biasa,” tulis salah satu pengguna X (Twitter) dalam sebuah utas viral.
Kritik seperti ini memperlihatkan bahwa publik masih memandang DPR dengan kacamata skeptis. Di tengah krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok, gaya hidup wakil rakyat dianggap tidak mencerminkan empati terhadap rakyat kecil.
Masalah Transparansi yang Belum Tersentuh
Salah satu isu utama yang masih menjadi sorotan adalah minimnya transparansi dalam penggunaan anggaran DPR. Pemangkasan tunjangan memang langkah awal, tetapi jika tidak dibarengi dengan pelaporan yang akuntabel dan terbuka, langkah ini dinilai hanya sebatas “gimmick” politik.
BEM dan LSM menuntut agar setiap penggunaan dana publik oleh anggota DPR dilaporkan secara rutin dan mudah diakses oleh masyarakat umum.
Seperti yang dikutip dari beritasekarang.id, “Pengawasan terhadap lembaga negara seperti DPR harus diperkuat, agar pemotongan tunjangan tidak menjadi sekadar formalitas tanpa dampak nyata.”
Kutipan Ala-Ala: Pemangkasan Bukan Solusi Jika Transparansi Masih Gelap
“Potong tunjangan itu langkah awal, tapi tanpa transparansi, itu cuma cara lama dengan wajah baru.” – Pengamat Politik, R. Siregar
Kutipan ini menggambarkan bahwa permasalahan tidak akan selesai hanya dengan pengurangan anggaran. Harus ada reformasi yang lebih dalam dan berkelanjutan.
Solusi dan Rekomendasi
Beberapa rekomendasi dari akademisi dan pengamat politik untuk memperbaiki kondisi ini antara lain:
- Audit Berkala Anggaran DPR
BPK dan lembaga pengawas independen harus dilibatkan untuk melakukan audit terbuka. - Laporan Kinerja Terbuka
Setiap anggota DPR wajib mempublikasikan laporan kegiatan dan pencapaian. - Partisipasi Publik
Libatkan masyarakat sipil dalam pengawasan anggaran DPR, termasuk peran BEM sebagai elemen kritis. - Kebijakan Etika dan Integritas
Buat aturan ketat soal gaya hidup pejabat dan penggunaan fasilitas negara.
Penutup: Waktunya Bukan Hanya Pangkas, Tapi Reformasi Total
Pemangkasan tunjangan oleh DPR bisa jadi langkah awal yang baik. Namun, jika tidak diiringi dengan transparansi, partisipasi publik, dan evaluasi kinerja yang nyata, maka langkah tersebut tak ubahnya seperti menambal lubang kecil di jalan rusak parah.
Sudah saatnya rakyat menuntut lebih dari sekadar pemotongan tunjangan. Yang dibutuhkan adalah reformasi sistemik dan keterbukaan total. Suara mahasiswa, seperti yang disuarakan BEM, harus menjadi pengingat bahwa demokrasi butuh pengawasan, bukan basa-basi.
