Publik & Artis Geram — Sindiran Endipat Wijaya terhadap Donasi Rp 10 M Picu Kritik
Jakarta — Pernyataan kontroversial dari anggota DPR RI, Endipat Wijaya, mengenai donasi Rp 10 miliar untuk korban bencana di Sumatra, memicu gelombang kritik publik — dan kemarahan sejumlah figur publik. Di tengah tanggapan keras, sosok-sosok seperti Bintang Emon dan Sherina Munaf angkat suara, mengecam sikap yang dinilai meremehkan upaya kemanusiaan tersebut.
Pernyataan Endipat: Kritik soal “Keviralan” Donasi
Kontroversi bermula saat Endipat dalam rapat dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meminta agar kinerja pemerintah dalam penanganan bencana dipublikasikan lebih masif. Dalam pernyataannya, ia menyinggung oknum yang dinilai “sok paling-paling,” yakni mereka yang berhasil menghimpun donasi besar — misalnya Rp 10 miliar — lalu menjadi sorotan publik. Padahal, menurut Endipat, pemerintah telah mengucurkan dana dalam jumlah “triliunan” untuk bantuan bencana di Aceh dan Sumatra.
Kalimat ini dipandang banyak pihak sebagai sindiran terhadap relawan, terutama terhadap sosok yang disebut berkaitan dengan donasi Rp 10 miliar — meskipun Endipat tidak menyebut nama secara spesifik.
Publik & Relawan Merespon: Dari Permintaan Maaf Hingga Kritik Terbuka
Salah satu yang disinggung — aktivis dan konten kreator Ferry Irwandi — akhirnya buka suara. Melalui unggahan di media sosial, Ferry menyatakan bahwa dirinya “tidak marah” terhadap sindiran itu. Ia mengaku justru merasa terdorong untuk terus membantu dan berharap bisa melakukan lebih banyak lagi.
Belakangan, Endipat dilaporkan menghubungi Ferry untuk menyampaikan permintaan maaf secara pribadi — sebagai upaya meredam ketegangan.
Namun, bagi banyak artis dan publik figur, permintaan maaf itu tak otomatis menghapus kemarahan atas diri mereka. Menurut mereka, kata-kata Endipat telah mencederai semangat sipil dan kemanusiaan.
Kritik dari Artis: Apresiasi Relawan, Tolak Gimmick Politik
Bintang Emon secara tegas mengkritik mental “monopoli kebaikan” yang menurutnya terlihat jelas dari pernyataan politisi. Ia menyebut bahwa jika pemerintah ingin membantu — lakukan dengan sungguh‑sungguh, bukan dengan “adu viral.” “Kalau ada orang/pihak bantu yang bukan kewajibannya jangan terlalu disenggol‑senggol pak, say thanks aja duluuu,” ujar Bintang Emon.
Sementara itu, Sherina Munaf mempertanyakan prioritas — yang seharusnya bukan soal siapa paling “heboh”, melainkan sebanyak‑banyaknya korban terselamatkan dan bantuan tersalurkan. Menurutnya, negara seharusnya bersyukur jika masyarakat sipil menunjukkan empati dan inisiatif membantu di saat krisis.
Tak hanya mereka — artis seperti Putri Anne, serta sejumlah publik figur lain juga mengungkap kekecewaan atas sindiran tersebut, mengajak untuk menghargai niat baik dibanding “adu bacot” dan pencitraan.
Polemik: Apa Yang Sebenarnya Jadi Inti Persoalan?
Isu ini menyoroti dua hal penting: transparansi kerja pemerintah dan penghargaan terhadap aksi sipil.
- Dari sudut pandang pemerintahan: Endipat berharap agar kontribusi pemerintah dalam penanganan bencana Sumatra lebih diperlihatkan — agar publik tidak berpikiran bahwa bantuan datang semata dari relawan atau figur viral.
- Dari perspektif masyarakat sipil dan relawan: Bantuan cepat di masa krisis adalah bentuk empati dan tanggung jawab kolektif. Kritik terhadap mereka dianggap mengurangi semangat gotong‑royong. Banyak merasa bahwa sikap pemerintah semestinya mendukung, bukan meremehkan.
Kenapa Reaksi Publik Begitu Keras?
Kontroversi ini terjadi di tengah situasi sulit — banyak korban bencana di Sumatra membutuhkan penanganan cepat dan bantuan nyata. Pernyataan dari pejabat publik, yang dianggap meremehkan inisiatif masyarakat, memancing emosi.
Apalagi, banyak publik dan artis melihat bahwa saat ini media sosial dan visibilitas menjadi penting — namun nilai dari bantuan seharusnya diukur dari dampak nyata, bukan seberapa “viral.”
Penutup: Apresiasi Aksi Nyata di Masa Krisis
Pernyataan Endipat Wijaya dan respons dari artis serta publik menegaskan bahwa di masa darurat kemanusiaan, seharusnya semua pihak bersatu — bukan saling menjatuhkan. Kritik pedas dari publik dan figur terkenal menjadi pengingat bahwa empati, kolaborasi, dan solidaritas jauh lebih berarti daripada sekadar viralitas.

