Meretas Asa Otomotif Nasional: Analisis Kebangkitan ‘Mobil Nasional’ di Bawah Kepemimpinan Prabowo
Jakarta –
Wacana mengenai ‘Mobil Nasional’ kembali mencuat ke permukaan seiring mendekatnya masa transisi kepemimpinan. Isu ini menjadi hangat setelah beredar kabar bahwa kendaraan yang disebut-sebut sebagai embrio proyek ambisius tersebut pernah unjuk gigi di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025. Kemunculan isu ini, yang secara implisit dikaitkan dengan visi Presiden terpilih Prabowo Subianto, menandakan adanya dorongan politik yang kuat untuk menghidupkan kembali sektor otomotif berbasis kedaulatan industri dalam negeri.
Proyek ‘Mobil Nasional’ di masa lalu selalu terbentur tantangan struktural, mulai dari ketersediaan teknologi, dukungan rantai pasok lokal, hingga daya saing di pasar global. Kini, dengan fokus pemerintahan baru pada penguatan industri strategis, konsep kendaraan yang dirancang dan diproduksi secara signifikan di Indonesia diyakini akan mendapat momentum baru.
Jejak Awal di GIIAS 2025: Mobil Listrik atau Konvensional?
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa kendaraan prototipe yang dibocorkan tersebut sudah pernah dipamerkan kepada publik. Meskipun detail spesifik mengenai merek, jenis teknologi, dan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) masih minim, sinyal kuat mengarah pada upaya serius untuk mengintegrasikan teknologi terkini.
Di era transisi energi global, ‘Mobil Nasional’ yang ideal seharusnya tidak lagi berfokus pada mesin pembakaran internal (ICE) konvensional, melainkan pada kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV). Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memanfaatkan cadangan nikel sebagai bahan baku baterai dan mencapai target netral karbon.
Jika kendaraan yang dimaksud adalah BEV, ini akan menjadi langkah strategis yang jauh lebih visioner. Kebijakan ini akan memungkinkan Indonesia melompati tahapan teknologi ICE yang sudah didominasi oleh raksasa otomotif Jepang dan Eropa, dan langsung bersaing di lini masa depan, yaitu elektrifikasi.
“Kebangkitan konsep ‘Mobil Nasional’ harus diartikan sebagai upaya membangun local champion yang mampu mengamankan kedaulatan teknologi. Ini bukan hanya tentang merakit, tapi tentang menguasai rantai nilai dari desain, perangkat lunak, hingga baterai,” ujar seorang pengamat industri otomotif.
Tantangan terbesarnya adalah sejauh mana investasi R&D (riset dan pengembangan) akan difokuskan untuk mencapai TKDN yang tinggi, bukan sekadar rebadging (mengubah merek) dari produk asing.
Politik dan Ekonomi di Balik Proyek Otomotif
Proyek ‘Mobil Nasional’ selalu memiliki dimensi politik yang kental, berakar pada semangat nasionalisme ekonomi. Bagi pemerintahan yang baru, proyek ini dapat menjadi simbol ambisi untuk menciptakan lapangan kerja, mendorong transfer teknologi, dan mengurangi ketergantungan impor suku cadang.
Di bawah kepemimpinan yang akan datang, dukungan kebijakan fiskal dan non-fiskal—seperti insentif pajak, kemudahan perizinan, dan regulasi yang memihak industri lokal—akan menjadi kunci. Kegagalan proyek serupa di masa lalu seringkali disebabkan oleh inkonsistensi dukungan politik dan ketidakmampuan bersaing secara terbuka di pasar.
Oleh karena itu, keberhasilan ‘Mobil Nasional’ versi Prabowo akan sangat bergantung pada:
- Kepastian Regulasi Jangka Panjang: Kebijakan harus stabil dan tidak mudah berubah seiring pergantian pemerintahan.
- Integrasi Rantai Pasok: Membangun ekosistem yang kuat, mulai dari industri baja, plastik, hingga semikonduktor, untuk mendukung TKDN tinggi.
- Kualitas dan Daya Saing Pasar: Produk harus memiliki kualitas yang kompetitif dan harga yang terjangkau agar diterima oleh konsumen Indonesia yang sangat sensitif terhadap merek dan purna jual.
Jika proyek ini diarahkan secara tepat ke sektor BEV dengan dukungan ekosistem baterai nasional, ‘Mobil Nasional’ kali ini berpotensi menjadi game changer, bukan hanya deja vu yang mengulang kisah lama yang kurang sukses. Ini adalah pertaruhan besar antara ambisi nasional dan realitas pasar global yang sangat kompetitif. Dunia menanti, apakah kali ini Indonesia benar-benar mampu melahirkan sang juara otomotif dari dalam negeri.
