Tragedi Magnet di Selandia Baru: Remaja 13 Tahun Bedah Usus Gegara Telan 100 Magnet dari Temu
Jakarta, 27 Oktober 2025 — Bayangkan jadi orang tua, tahu anak 13 tahun harus bedah usus karena telan 100 magnet kecil yang dibeli dari aplikasi Temu. Itulah kisah mengerikan di Tauranga, Selandia Baru, yang bikin dokter dan orang tua panik. Seorang remaja laki-laki, yang kini dirahasiakan identitasnya, masuk rumah sakit dengan nyeri perut hebat setelah seminggu menelan magnet neodymium berukuran 5×2 mm—dijual sebagai “mainan anak” di pasar daring. Dokter di Rumah Sakit Tauranga terpaksa potong sebagian ususnya untuk selamatkan nyawa, karena magnet ini bukan mainan biasa: mereka kuat, lengket di usus, dan bisa sobek organ. Kasus ini bukan cuma soal kelalaian, tapi alarm buat Indonesia—di mana aplikasi seperti Temu makin populer—tentang bahaya barang murah tanpa pengawasan dan pentingnya kontrol orang tua di dunia digital.
Kronologi dan Bahaya Magnet Neodymium
Kisah ini bermula ketika remaja ini, mungkin iseng atau ikut tren “fidget toy,” beli magnet neodymium dari Temu, aplikasi e-commerce Tiongkok yang terkenal murah. Magnet ini, kecil dan warna-warni, dipasarkan sebagai mainan anak dengan harga cuma Rp 20-50 ribu per paket. Tapi, menurut New Zealand Medical Journal (27/10/2025), anak itu telan 80-100 magnet seminggu sebelumnya, yang akhirnya bikin ususnya “lengket” dan bolong. “Magnet ini tarik-menarik di dalam usus, tekan dinding organ sampai rusak,” tulis tim dokter. Operasi darurat dilakukan: sebagian usus dipotong untuk keluarkan magnet, selamatkan nyawa anak itu.
Neodymium, logam langka yang bikin magnet super kuat (10x lebih kuat dari magnet biasa), memang bahaya kalau tertelan. Menurut University of California Davis Health, magnet ini bisa sobek usus, bikin infeksi, atau bahkan kematian—terutama pada anak. Di Selandia Baru dan Australia, penjualan magnet ini untuk penggunaan pribadi udah dilarang sejak 2012, tapi Temu jual secara ilegal lewat pasar daring. Di Indonesia, Kemenperin catat 2024: barang serupa masuk via e-commerce tanpa izin, sering lolos karena kurang pengawasan.
Dampak dan Respons: Dari Rumah Sakit ke Regulasi
Kasus ini bikin heboh. Prof. Alex Sims (Universitas Auckland) bilang, “Magnet ini warna cerah, kecil, kayak permen—gampang banget ditelan anak.” Dia desak orang tua awasi pembelian daring anak, usul semua transaksi e-commerce anak di bawah 18 tahun butuh izin orang tua. Temu, yang kini disorot, bilang lagi review internal dan janji tarik produk berbahaya. Tapi, ini telat buat remaja di Tauranga, yang kini pulih tapi trauma.
Di Indonesia, kasus ini relate banget. Data Kominfo 2024 bilang 60% anak 10-15 tahun punya akses e-commerce tanpa pengawasan, beli barang dari Temu, Shopee, atau TikTok Shop. “Mainan” berbahaya kayak magnet neodymium atau fidget spinner murah (Rp 10-20 ribu) laris di pasar daring, tapi nggak ada label bahaya. KPAI (2023) laporkan 5 kasus anak terluka akibat mainan impor tanpa standar keamanan, meski nggak separah kasus magnet ini.
Pelajaran buat Indonesia: Awasi Anak di Dunia Digital
Buat orang tua di Jakarta atau kota lain, kasus ini alarm. Aplikasi seperti Temu menjamur karena murah—tapi murah bisa mahal kalau nyawa anak taruhannya. Dr. Ratna Sari (psikolog anak UI) bilang, “Anak 13 tahun impulsif, suka coba-coba. Orang tua harus ajarin literasi digital, cek apa yang dibeli.” Ini nggak cuma soal magnet, tapi tren daring lain: vape, mainan beracun, atau bahkan pisau lipat yang dipasarkan ke remaja.
Solusi konkret:
- Regulasi E-Commerce: Kemenperin dan Kominfo perlu filter ketat barang impor di Temu atau TikTok Shop, wajibkan label bahaya dan batasi penjualan ke anak.
- Edukasi Orang Tua: Sekolah dan komunitas bisa ajarin orang tua cek riwayat belanja anak, pakai fitur parental control di aplikasi e-commerce.
- Kampanye Keselamatan: KPAI bisa gandeng influencer buat kampanye “Awas Barang Berbahaya,” target anak dan remaja.
- Cek Kesehatan Mainan: Seperti tes darah Galleri (TentangRakyat.id, 2025) deteksi kanker, mainan perlu “tes keamanan” wajib sebelum dijual.
Kasus ini mirip kisah Wahyu, sopir ambulans di Ciamis (CNN Indonesia, 26/10/2025), yang meninggal karena sistem kerja nggak lindungi pekerja. Di sini, sistem e-commerce nggak lindungi anak. Buat ibu kayak Marni (35) di Depok, yang anaknya suka belanja di Temu, ini pelajaran: “Aku kira cuma mainan, ternyata bahaya.” Mari kita awasi anak-anak kita, biar nggak ada lagi usus yang sobek karena magnet Rp 20 ribu.
📌 Sumber: CNN Indonesia, New Zealand Medical Journal, Independent, UC Davis Health, Kominfo, KPAI, diolah oleh tim kilasanberita.id.
