Kasus Influenza Mirip Gejala Covid-19 Melonjak, Pemerintah Diminta Segera Tingkatkan Surveilans dan Vaksinasi
Lead
Jakarta — Dalam sebulan terakhir, kasus influenza dengan gejala yang mirip dengan penyakit COVID‑19 mengalami lonjakan yang cukup signifikan. Data terkini menunjukkan bahwa pasien positif influenza pada minggu ke-40 naik hingga 55 persen dari periode sebelumnya. Pakar dan pihak kesehatan pun mengimbau pemerintah untuk segera memperkuat sistem surveilans epidemiologi dan memperluas cakupan vaksinasi influenza, terutama bagi kelompok rentan.
Latar Belakang Lonjakan Kasus
Menurut data yang disampaikan per 9 Oktober 2025 oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), terjadi kenaikan proporsi pasien positif influenza mencapai 55 persen pada minggu ke-40.
Guru Besar Mikrobiologi Klinik dari Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK(K) mengungkap bahwa faktor mobilitas masyarakat yang meningkat pascapandemi dan perubahan musim (transisi ke musim hujan) turut berperan dalam menyebarkan virus influenza.
Tri menambahkan bahwa virus influenza memiliki karakteristik evolusi yang dinamis: kemampuan bermutasi, melakukan rekombinasi serta percampuran genetik antara varian yang dapat mengurangi efektivitas kekebalan populasi, baik dari vaksinasi maupun infeksi sebelumnya. Istilah teknis seperti antigenic drift dan antigenic shift menjadi alasan mengapa muncul varian baru yang mungkin tidak dikenali sistem kekebalan tubuh.
Potensi Risiko dan Kenapa Influenza Harus Diwaspadai
Tri Wibawa menjelaskan bahwa ketika suatu varian influenza baru muncul dan sistem kekebalan tubuh masyarakat belum mengenalinya, maka kekebalan pelindung (proteksi) bisa menurun atau bahkan tidak bekerja optimal. Akibatnya, meskipun seseorang sudah divaksin atau pernah terinfeksi, gejala bisa lebih berat atau penyebaran lebih cepat.
Virus influenza juga berbeda dengan flu biasa karena potensi komplikasinya bisa serius: seperti pneumonia sekunder, gagal napas, atau bahkan kematian di kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, atau orang dengan penyakit penyerta (komorbid).
Mengambil contoh negara tetangga, fenomena peningkatan kasus influenza A (termasuk subtipe H3N2) telah dilaporkan secara regional, sehingga Indonesia harus berpihak cepat dalam respons kesehatan publik.
Seruan Kepada Pemerintah: Surveilans, Vaksinasi dan Edukasi Masyarakat
Pakar menyarankan tiga pilar utama sebagai respons:
- Penguatan surveilans epidemiologi: memperbaiki sistem deteksi dini yang mencakup fasilitas kesehatan, puskesmas, serta laporan sentinel ILI/SARI (Influenza-Like Illness/Severe Acute Respiratory Infection). Hal ini untuk memetakan wilayah dengan peningkatan kasus cepat dan mengenali varian influenza yang beredar.
- Peningkatan cakupan vaksinasi influenza, terlebih bagi kelompok rentan seperti anak usia dini, lansia, dan orang dengan komorbid. Vaksin influenza harus diperbarui tiap musim (sesuai hasil pemantauan global terhadap strain virus).
- Edukasi dan perilaku hidup sehat (PHBS): masyarakat harus kembali diperingatkan untuk mencuci tangan, menggunakan masker bila sakit, menjaga etika batuk dan bersin, serta menghindari kontak erat dengan orang yang menunjukkan gejala flu. Juga penting bagi orang tua menjaga daya tahan tubuh anak melalui asupan nutrisi, istirahat cukup dan aktivitas fisik.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun rekomendasi sudah jelas, sejumlah tantangan masih menghambat respons optimal:
- Kurangnya data yang mutakhir dan sistem pelaporan penyakit influenza yang belum merata di seluruh daerah.
- Keterbatasan akses vaksin influenza di beberapa wilayah, termasuk faktor biaya dan distribusi logistik.
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap vaksin influenza, karena banyak yang menganggap flu “biasa” dan tidak berbahaya.
- Kondisi cuaca dan musim yang berubah cepat—peralihan ke musim hujan memicu lingkungan yang ideal bagi penyebaran virus.
Manfaat Jika Respons Cepat Dilakukan
Jika pemerintah dan masyarakat dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan dengan baik, sejumlah manfaat bisa diperoleh:
- Penurunan jumlah kasus influenza yang berat dan rawat inap, terutama di kelompok rentan.
- Pengurangan beban layanan kesehatan (RS/IGD) akibat penyakit pernapasan musiman yang meningkat.
- Menghindari potensi wabah influenza yang bisa menyerupai skenario pandemi, mengingat gejala mirip Covid-19 yang menyulitkan diagnosis awal.
- Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan publik dan vaksinasi secara umum.
- Penguatan sistem surveilans nasional untuk penyakit pernapasan, yang juga berguna menghadapi penyakit baru atau munculnya varian virus lain.
Implikasi untuk Kebijakan dan Masyarakat
Bagi pembuat kebijakan, data yang menunjukkan lonjakan kasus influenza harus dijadikan alarm untuk meningkatkan anggaran dan sumber daya bagi sistem kesehatan nasional: memperkuat laboratorium, jaringan pelaporan penyakit, dan distribusi vaksin.
Sementara itu, masyarakat diharapkan tidak hanya menunggu kebijakan pemerintah, namun juga mengambil peran sendiri: memantau kondisi kesehatan keluarga, memastikan imunisasi anak-anak lengkap, dan menjalankan protokol kesehatan sederhana secara konsisten.
Kampanye vaksinasi influenza yang efektif juga dapat menggunakan tokoh masyarakat, media massa, serta memperkuat pesan bahwa “flu” bukan sekadar gangguan ringan—terutama di lingkungan urban padat dan saat cuaca ekstrem.

