Kesehatan

Mentangor dari Bangka Belitung: Tanaman Endemik dengan Senyawa Ajaib untuk Malaria dan Kanker

Mentangor, tanaman khas Bangka Belitung, mengandung senyawa aktif seperti asam kalostemanik dan kalolongik dari jenis Calophyllum waliichianum yang menunjukkan potensi tinggi sebagai obat malaria dan kanker serviks.


Pengenalan

Indonesia dikenal luas sebagai negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang sangat kaya. Salah satu tanaman yang kini menarik perhatian ilmuwan adalah mentangor, tanaman endemik di wilayah Bangka Belitung. Selama ini, masyarakat lokal sudah menggunakan mentangor sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit. Baru-baru ini, penelitian ilmiah mengungkap bahwa tanaman ini memproduksi senyawa metabolit sekunder yang punya aktivitas bioaktif terhadap penyakit malaria dan kanker. Penemuan ini membuka harapan baru dalam ilmu obat berbasis bahan alam.


Mentangor: Identitas dan Penggunaan Tradisional

  • Nama ilmiah tanaman ini adalah Calophyllum waliichianum Planch. & Triana. Ia termasuk dalam famili Guttiferae (Calophyllaceae).
  • Mentangor dikenal dengan sebutan lokal yang berbeda-beda, contohnya mentangor sendiri, bintangor, aci, nyamplung, atau getur, tergantung daerah dan kelompok masyarakat yang menggunakannya.
  • Di masyarakat Suku Sekak, Pulau Bangka, mentangor sudah digunakan sebagai obat tradisional untuk penyakit seperti HIV, infeksi bakteri, antikanker, antivirus, bahkan malaria. Kulit batangnya menjadi bagian yang sering dimanfaatkan.

Penelitian Ilmiah Terhadap Senyawa Aktif

Penelitian terkini yang dilakukan oleh tim dari Universitas Airlangga, khususnya Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, memperlihatkan hasil yang menjanjikan:

  • Dari kulit batang Calophyllum waliichianum dikumpulkan dari Desa Penutuk, Kecamatan Lepar, Bangka Belitung. Kulit batang dipilih karena kaya akan metabolit sekunder.
  • Peneliti menemukan dua senyawa aktif baru: asam kalostemanik dan asam kalolongik. Kedua senyawa ini diekstraksi dan diuji terhadap Plasmodium falciparum (strain 3D7) sebagai patogen penyebab malaria, serta terhadap sel kanker serviks (sel HeLa).
  • Hasil uji menunjukkan kedua senyawa tersebut memiliki aktivitas yang sangat baik dalam menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum dan juga menunjukkan efek sitotoksik terhadap sel kanker serviks pada percobaan in vitro.

Senyawa Pendukung & Mekanisme Kerja

Selain asam kalostemanik dan kalolongik, mentangor juga mengandung beberapa senyawa lain yang penting:

  • Asam kromanoat, benzofuran, santon, dan 4-fenilkumarin. Senyawa-senyawa ini diketahui juga memiliki aktivitas biologis terhadap berbagai penyakit.
  • Kulit batangnya, sebagai bagian tumbuhan yang kaya metabolit sekunder, memungkinkan akumulasi senyawa‐senyawa aktif tersebut lebih tinggi dibanding bagian lain.

Mekanisme kerja dari senyawa antimalaria biasanya melalui penghambatan metabolisme parasit, mengganggu siklus pertumbuhan Plasmodium falciparum. Sedangkan aktivitas antikanker dipicu oleh kemampuan senyawa tersebut merusak siklus sel kanker, menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram), atau menghambat pertumbuhan dan proliferasi sel kanker.


Potensi Klinis dan Tantangan

Meskipun hasilnya menggembirakan, penelitian ini masih berada pada tahap awal (in vitro). Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk mengembangkan mentangor sebagai obat:

  1. Uji in vivo dan keamanan
    • Pengujian pada hewan coba dan kemudian manusia diperlukan untuk menetapkan dosis aman dan efektivitas sesungguhnya.
    • Toksisitas (tingkat racun) dan efek samping jangka panjang harus dipelajari.
  2. Standarisasi ekstrak
    • Untuk penggunaan obat, diperlukan standar mutu: jumlah senyawa aktif, bagian tanaman, metode ekstraksi, stabilitas senyawa.
    • Bagian kulit batang digunakan karena kandungan metabolitnya tinggi, tetapi harus dipastikan ekstrak tersebut konsisten di tiap batch produksi.
  3. Skalabilitas dan pelestarian
    • Karena mentangor adalah tanaman endemik, perlu dipastikan bahwa penambangan bahan baku tidak merusak populasi liar atau habitatnya.
    • Jika permintaan tinggi, budidaya dan konservasi tanaman akan menjadi sangat penting.
  4. Regulasi dan penelitian lanjutan
    • Hasil penelitian sudah dipublikasikan (contoh: jurnal Advanced Journal of Chemistry, Section A, tahun 2025) oleh tim Universitas Airlangga.
    • Perlu dukungan dari institusi penelitian dan kebijakan kesehatan untuk melanjutkan pengembangan hingga tahap klinis.

Signifikansi bagi Kesehatan Masyarakat dan Obat Berbasis Alam

  • Mentangor sebagai bahan alam memberikan alternatif yang lebih berpotensi aman dan murah dibanding obat kimia sintetik, terutama di daerah dengan akses kesehatan terbatas.
  • Penemuan senyawa bioaktif dari tumbuhan lokal memperkuat potensi biodiversitas Indonesia sebagai sumber obat baru.
  • Untuk penyakit berat seperti malaria dan kanker serviks, kebutuhan akan obat baru yang efektif sangat mendesak karena resistensi terhadap obat lama dan keterbatasan akses pengobatan.

Kesimpulan

Mentangor (Calophyllum waliichianum) dari Bangka Belitung adalah contoh nyata bagaimana alam Indonesia menyimpan potensi besar untuk ilmu kedokteran dan pengobatan. Dengan ditemukannya senyawa asam kalostemanik dan kalolongik yang aktif terhadap parasit malaria dan sel kanker serviks, mentangor layak dianggap kandidat kuat untuk obat berbasis bahan alami.

Walau masih banyak tantangan di depan—termasuk uji keamanan, standardisasi produk, konservasi dan skalabilitas—penelitian ini membawa harapan baru. Bila dikembangkan dengan cermat dan bertanggung jawab, mentangor bisa menjadi kontribusi nyata terhadap pengobatan lokal dan global.